Lihat ke Halaman Asli

Matawam

Medioker Profesional

Masih Adakah Tempat Untuk Grup Lawak?

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

dari beberapa wawancara yang pernah saya baca atau saya lihat di televisi, beberapa orang pelawak menyatakan kalau lawak itu tidak ada sekolahnya. kalau dilihat dari banyaknya pelawak di Indonesia yang latar belakangnya beragam, pernyataan itu mungkin ada benarnya.

buat saya, seorang pelawak itu adalah orang-orang pilihan Yang Maha Esa. mereka diberi tugas khusus untuk menghibur orang-orang di dunia. dan pasti pelawak itu banyak pahalanya karena ia bertugas untuk membuat orang tertawa, bukan membuat orang menjadi tambah sedih.

komedi itu sulit. beberapa seniman yang pernah saya temui mengatakan kalau mereka lebih baik membuat orang menangis daripada diminta untuk membuat orang tertawa. ibarat aliran musik, komedi itu adalah aliran musik jazz. tidak semua suka.

dan dengan semakin berkembangnya jaman, semakin berkembang juga dunia lawak di Indonesia. Kalau dulu dunia lawak di Indonesia dikuasai oleh grup-grup seperti Srimulat, Bagito, Patrio, Empat Sekawan, Djayakarta Grup, Warkop DKI sampai ke era Cagur dan Bajaj, dunia lawak Indonesia sekarang terasa lebih individual.

Mungkin yang bertahan sekarang ini adalah grup lawak yang terdiri dari Sule, Azis "gagap", Nunung dan Andre Taulany. tapi embel-embel grup juga patut dipertanyakan. karena mereka sebenarnya bukan grup lawak. opera itu adalah nama dari program televisi yang mereka isi.

sekarang masing-masing personil dari grup lawak tersebut memisahkan diri dan sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing diluar dunia lawak. Grupnya sendiri pun tidak mendeklarasikan diri kalau mereka bubar. Mereka tetap melawak. Bedanya mereka melawak tidak dengan kawan grup mereka sendiri, melainkan dengan orang lain. Ada juga yang mencampur lawakan dengan membawa sebuah program televisi.

Mewabahnya stand up comedy semakin menguatkan anggapan bahwa dunia lawak Indonesia sekarang identik dengan lawakan individual. Tapi dengan adanya stand up comedy, dunia lawak Indonesia seperti naik kelas.

meskipun sekarang kadar kelucuan dari lawakan itu sendiri ditentukan oleh teriakan atau tawa terpaksa dari para penonton bayaran. kalau penonton bayaran itu tertawa, berarti itu lucu. tapi kalau teriak saja, berarti itu garing. tapi kapan sih penonton bayaran tidak tertawa?

setelah membiasakan penonton dengan lawakan individual itu, tiba-tiba sekarang muncul dua program televisi yang mengusung judul dengan embel-embel "Sekolah Lawak". Padahal dulu katanya lawak itu tidak ada sekolahnya.

Konsep keduanya pun mirip. beberapa grup lawak melawak di hadapan juri, dan kelolosan grup lawak ke tingkat berikutnya ditentukan oleh SMS penonton yang menonton acara tersebut atau dari penilaian dari juri itu sendiri.

memang kedua program tersebut ditayangkan masing-masing pukul 18:00 WIB dan 20:00 WIB di dua stasiun televisi berbeda. Tapi acara itu selesai bisa melewati tengah malam. Yang kasihan adalah grup lawak yang kedapatan giliran di jam 23:00 WIB. Jam-jam rawan ketika semua penonton sudah siap tidur untuk kembali kerja esok harinya. Belum lagi terlihat jelas kalau penonton di studio sudah lelah dan menguap beberapa kali. Lawakan grup yang tampil di jam itu seperti tidak berarti apa-apa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline