Seketika saya teringat dengan film The Purge, sebuah film horror-thriller Amerika Serikat, secara garis besar membahas bagaimana pemerintah negara menerapkan (melegalkan) apa yang kita sebut dengan aktivitas kriminal. Dalam konteks ini saya juga tidak membatasi film The Purge dari bermacam-macam sekuelnya.
Namun film ini umumnya menceritakan masyarakat di setiap tahunnya akan diberikan kebebasan untuk melakukan "pemurnian" selama 12 jam, termasuk membunuh, penjarahan, pencurian, pemerkosaan, segalanya legal selama periode tertentu, kecuali melawan pemerintah, dan segala bentuk layanan darurat hanya akan tersedia pada pukul tujuh pagi.
Pemerintah menerapkan aktivitas "pemurnian" ini dengan tujuan agar dapat menjaga stabilitas ekonomi, tetap memberikan pertumbuhan ekonomi, dan mengurangi ketergantungan subsidi bagi masyarakat. Hal ini menjadi menarik ketika dalam film tersebut memberikan ilustrasi akan ketimpangan sosial-ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat, terutama secara rasial bagaimana orang kulit putih merepresentasikan sebagai orang yang berasal dari keluarga yang kaya raya, sedangkan orang kulit hitam dan orang Latin (Meksiko) adalah masyarakat kelas-bawah.
Orang kulit putih seperti bangsawan, pengusaha, konglomerat memiliki modal yang kuat untuk membeli senjata dan melengkapi rumahnya dengan teknologi yang canggih sehingga pada masa "pemurnian" mereka dapat terlindungi dan dapat membunuh masyarakat kelas-bawah yang sangat sulit untuk memenuhi kebutuhan di saat masa "pemurnian" berlangsung.
Orang-orang berkulit hitam dan orang Latin (Meksiko) harus berlindung dengan segala apa yang mereka punya tanpa adanya persenjataa dan shelter (tempat perlindungan) yang memadai. Alhasil, dengan sangat mengerikan kita dapat melihat bagaimana program "pemurnian" ini menyirat sebuah pembantaian massal terhadap kaum miskin agar pemerintah tidak memiliki beban moral untuk menolong masyarakat miskin dengan bantuan-bantuan seperti subisidi, rusunawa (rumah susun sewa), dan lain sebagainya demi pertumbuhan ekonomi.
Setidaknya ada sebuah irisan antara film ini yang tiba-tiba terlintas dalam pikiran saya atas wacana lockdown yang kerap dibicarakan. Apabila lockdown diterapkan di Indonesia, terutama di ibukota Jakarta, ini menjadi sebuah "keuntungan" bagi masyarakat elit yang dapat membeli barang-barang (supplies) untuk kebutuhan bertahan hidup di masa "lockdown". Masyarakat miskin kota akan sangat kesulitan dalam mengakses pasar, terutama melakukan aktivitas perdagangan pun akan terhambat.
Seperti halnya orang-orang kulit hitam dan orang Latin dalam film The Purge, orang miskin Indonesia akan sangat sulit memeroleh kebutuhan dasar (seperti pasokan masker, makanan, minuman dan lain sebagainya), ditambah mereka tidak melakukan aktivitas pasar selama masa lockdown, sehingga sangat sulit untuk memeroleh pendapatan pada masa itu. Barangkali dengan adanya penerapan lockdown, juga akan meningkatkan tingkat kriminalitas terutama di perkotaan, seperti penjarahan. Hal ini yang seharusnya perlu dikritisi dan diperhatikan oleh khalayak di masa pandemi korona saat ini.
Mengingat bahwa istilah politics of pandemics juga sedang menjadi buah bibir, sehingga pada masa pandemi korona ini akan banyak perseteruan politik dari pihak mana pun yang berupaya memanfaatkan isu ini untuk mobilisasi politik masing-masing. Maka dari itu, tak jarang ada yang meyakini dan bahkan menciptakan moral panic di tengah masyarakat yang membaca kabar-kabar terkini di seputaran isu pandemi korona. Semoga khalayak dapat memilah-memilih informasi yang tepat dan tetap arif dan bijak dalam memandang isu yang sedang terjadi saat ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H