Dalam buku yang ditulis oleh A. Van Schaik (1996) yang berjudul Malang: Beeld van een stad menyajikan seorang arsitek ternama sekaligus pendiri Gereja Katolik Maria Bunda Karmel (Katedral) Ijen, terletak di Boulevard Ijen, Kota Malang hingga saat ini. Ia bernama Henn Estourgie, sekitar tahun 1935 didirikan. Rupa seorang dengan sekopnya, foto diambil oleh J. H. G. Estougie-Rossing.
Kala itu dihantarkan oleh sahabat kuliahku yang sekaligus jemaat taat di sini, Ia menggeser pintu kayu tua yang berada di belakang bangunan, sedikit terbuka tanpa sekalipun terdengar suara bising keluar. Masih belum ada lima langkah dari pintu, dihadapkan sebuah cawan berisi air suci, Ia mencelupkan dua jari tangan kanannya ke dalam cawan itu, lalu menyalibkannya pada jidat dan pundaknya sambil menghadap pada sebuah ukiran patung raksasa, representasi ke-ada-an Yesus, yang di atasnya bertuliskan "INRI" , IESVS. NAZARENVS. REX. IVDORVM, dilafalkan Iezus Nazarenus, Rex ludaeorum, bermakna Yesus orang Nazaret, Raja orang Yahudi.
Ruangan ini begitu besar layaknya sebuah auditorium, namun berbeda dengan auditorium biasanya yang atapnya sengaja dibentuk bagai kubah yang melengkung-lengkung dengan maksud menjadikan satu ruangan raksasa ini bergema ketika mazmur. Selagi berjalan-jalan dalam ruangan sepi hingga mampu mendengar langkah kaki sendiri, terlihat di setiap sudut kursi terdapat tumpukan kurang lebih empat buku Alkitab yang diletakkan dalam pojokan kursi dan sisi pojokan lain terdapat dua wadah balok berwarna putih yang digantung di belakang kursi. Wadah putih yang digantung di balik kursi disebut disebut sebagai kolekte, sebagai bentuk persembahan layaknya pemberian sedekah.
Sembahyang dalam Bangunan Sunyi
Seorang perempuan mengenakan pakaian serba hitam, di tambah rambutnya yang hitam-panjang tak diurai sedang duduk di kursi paling depan sambil memejamkan mata dengan menggenggam kedua tangannya bersama. Kala itu, suasana bangunan sedang sepi, tidak seperti di luar, setidaknya ada tiga orang dalam ruangan besar ini sedang menyibukkan diri melakukan sesuatu yang berbeda-beda. Aku duduk di tengah kursi-kursi kayu yang memanjang berbaris rapi kiri dan kanan. Selagi kami duduk, kemudian bergerak ke depan kursi dan mengadahkan lutut kakinya di atas sofa-empuk sambil mengucap kata dalam hati.
Pilar-pilar berdiri tegak di samping bangunan terlihat lampu kuning terang dinyalakan siang hari ini dan bunga-bunga yang masih segar menandakan selalu digantinya setiap saat. Terlintas bayangan biarawan dan biarawati yang selalu mengarang bunga tiap hari untuk menggantikan semua ini. Bunga-bunga yang selalu diganti ini merefleksikan dari persembahan yang terbaik bagi Tuhan, sehingga mereka di saat akan menghadap Tuhan tidak lah dengan tangan hampa, namun selalu ada cara persembahan terbaik.
Balkon yang terletak di belakang para jemaat digunakan sebagai tempat para paduan suara. Balkon berdiri megah berhadapan langsung dengan altar, sehingga tidak ada pandangan yang menghalangi layaknya jemaat yang duduk di atas kursi-kursi kayu memanjang ini. Pandangan mereka langsung tertuju pada altar. Di atas balkon itu juga terdapat kaca-kaca yang memancarkan warna pink-ke-ungu-an ketika terkena sinar matahari yang menelisik masuk dalam sela-sela ruang kaca keramik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H