Lihat ke Halaman Asli

Menyanyi di Detik Sakaratul Maut

Diperbarui: 24 Juni 2015   07:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13803104081392114224

Agak terkejut saya ketika itu. Ditawari nyanyi dan main musik, tapi di rumah sakit dan untuk orang-orang yang punya sakit berat, semisal kanker atau tumor. Pertanyaan saya adalah: Nggak salah nih?

AGAK tidak lazim memang tawaran dari seorang kawan itu. Meski sedikit rewel bertanya, saya mengiyakan tawaran yang baru pertama kali saya terima itu. Bayangkan, saya bukan pemusik yang gape. Cuma bisa genjrang-genjreng gitar ala anak tongkrongan ujung gang. Saya juga tidak punya suara yang dahsyat ala Judika atau Rio Febrian. Biasa saja, tapi lumayanlah nggak out of pitch kalau nyanyi. Diluar itu, saya harus nyanyi di depan orang-orang yang bisa dibilang [maaf], sekarat.

Sekarang, lewat permenungan dan melewati fase-fase kehidupan yang bermacam-macam, saya merasa beruntung bisa menjadi salah satu teman orang-orang yang sakit itu. Ada pepatah yang mengatakan: “kalau mau melihat Tuhan, datangilah orang sakit.” Tentu bukan dalam arti yang harfiah, tapi sejenak melihat mereka yang saya hibur dengan cara yang sederhana itu, tersenyum, sesekali mulutnya komat-kamit dan ikut bernyanyi, menjadi oase buat saya pribadi.

Tentu menyanyi di hadapan orang sakit, berbeda dengan orang sehat dan gagah. Pilihan lagu, cara bermusik dan intonasi vokal, harus disesuaikan. Malah tidak jarang, usai menyanyi, saya –dan teman saya—seperti konselor mendengar mereka curhat dan bercerita tentang hidup dan kehidupan yang bakal mereka temui nanti. Kesadaran diri tentang jejak sakaratul mautyang tampak di depan mata.

Suatu ketika, saya diundang untuk menyanyi di samping seorang perempuan yang sudah divonis dokter usianya tinggal beberapa hari saja. Rambutnya sudah habis karena kemoterapi, badannya tinggal tulang, dan tak bisa bergerak apa-apa. Kami bernyanyi dan permintaan suami keluarganya adalah lagu rohani. Ketika menyanyi, saya melihat tangannya bergerak-gerak kecil, sementara anak dan suaminya malah menangis. Esok harinya, saya mendengar kabar, perempuan tersebut menghembuskan napasnya yang terakhir.

Lagu, lirik dan musik bisa menjadi jembatan untuk melihat manusia lain dengan lebih sederhana, bijak dan menyenangkan. Seperti requiem song, bukan R.I.P song ya. Apapun kondisinya, musik ternyata bisa menjadi satu filosofi penting memahami hidup dan kehidupan. Melihat orang yang sakit tersenyum bahagia ketika saya hibur, saya hanya bisa tersenyum pula. Lewat musik yang sederhana, selalu menyenangkan memberikan penghiburan itu. Oh ya, semua tanpa bayaran apapun.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline