Lihat ke Halaman Asli

Ima Rochmawati

lihat.dengar.rasa.laku

Upaya Menggali Ingatan dalam Pertunjukan Hades Fading

Diperbarui: 30 Agustus 2019   22:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: imatakubesar.2019

File. Microchip. Foto. Video. Buku. Kaset. CD. Piringan Hitam. Koran. Majalah. Musik. 

Teks-teks ini hadir di layar pertunjukan video maping pertunjukan Hades Fading (Hades Memudar). Bentuk ini memberi gambaran imajinasi suasana ruang hidup para tokoh-tokohnya.

Karya Hades Fading merupakan 20 tahun kolaborasi vokal dan multibahasa antara Mainteater dengan seniman-seniman Bandung dan Melbourne. Permainan visual teks, lampu yang dramatis di balik jaring putih tipis, musik yang melenting-berdegup membuat pertunjukan teater Hades Fading begitu indah.

Visual yang ditembakan ke atas jaring putih tipis dengan jenis font dan ilustrasi yang mewakili keadaan. Permainan musik menjadi satu pertunjukan adegan di atas panggung membuat suasana semakin dramatis sehingga memainkan emosi penonton.

Sandra Fiona Long sebagai sutradara dan penulis naskah menggarapnya dengan detil dan serius. Ini bisa saya rasakan ketika satu pertunjukan 1 jam 30 menit pertunjukan mampu dinikmati dengan stabil. Tak hanya saya sebagai penonton, para aktor bermain dengan stabil. Setiap visual, dialog, permainan gestur, penguasaan bloking panggung, memberi kisah.

Rinrin Candraresmi dan Godi Suwarna. Foto: imatakubesar

Suasana amphiteater di Nu Art Sculpture begitu tenang, angin tipis melengkapi panggung yang siap menawarkan keindahan pertunjukan. Berdiri tegak bambu-bambu sebagai rangka dan batas ruang kehidupan Hades. Lalu panggung dibalut oleh jaring putih, berlapis-lapis, sesekali dibuka untuk menunjukan sebuah masa, keadaan, perubahan ruang dan suasana.

Melalui Hades Fading, penonton diajak berimajinasi kita ke masa apokaliptik dengan latar mitologi. Namun penggunaan kosa kata, komentar-komentar netizen, perkembangan teknologi, menjadi analogi proses melintas batas penyampaian keadaan nasib Eurydice saat itu. 

Permainan kolaborasi para aktor, suara-suara, harpa, alat tiup, video, suasana di Nu Art menjadi satu kesatuan pertunjukan yang saling memberi energi. Menyisakan banyak pertanyaan, perenungan, rasa. 

Naskah dialog para aktor ini sendiri dibawakan secara multibahasa; bahasa Indonesia, Inggris, lalu sedikit muncul bahasa Sunda dan Jerman. Unsur-unsur panggung mencuri semua perhatian mata, telinga, rasa.

Layar jaring putih tidak hanya menjadi media subtitle dialog itu, tapi dimainkan jadi estetis. Satu kesatuan pertunjukan yang artistik permainan font, besar kecil huruf, warna, cahaya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline