Lihat ke Halaman Asli

Ima Rochmawati

lihat.dengar.rasa.laku

Review Film Mencari Hilal

Diperbarui: 14 Juli 2015   08:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Sutradara: Ismail Basbeth

Penulis: Salman Aristo, Bagus Bramanti, Ismail Basbeth
Produser: Raam Punjabi, Putut Widjanarko, Salman Aristo
Produksi: MPV Pictures, Denny JA, Dapur Film, Argi Film, Mizan Productions
Para Pemain:
Deddy Sutomo: Mahmud
Torro Margens: Arifin
Erythrina Baskoro: Halida
Oka Antara: Hilal

Film gendre drama tentang seorang Ayah (Mahmud) yang mempunyai 2 (dua)orang anak, Halida dan Heli. Heli seorang aktivis lingkungan hidup yang memperjuangkan sebuah Negara Nicaragua yang kerap bertentangan dengan ayahnya. Sementara Halida tinggal dengan ayahnya sambil bekerja di kantor imigrasi. Pak Mahmud seorang pedagang toko kelontong di pasar, yang mempunyai karakter “kaku” dalam menerapkan prinsip dan ajaran agama Islam ke dalam setiap unsur kehidupan. Sebagai pedagang kelontongan, ada beberapa prinsip dagang Islam diterapkan tanpa kompromi dan tidak membaca keberagaman yang terjadi di masyarakat. Seringkali karakter untuk terus mengamalkan nilai-nilai Islam ini rupanya menimbulkan ketidaksukaan dari beberapa kalangan, tidak terkecuali pada anak laki-lakinya-Heli.

Sampai suatu hari terjadi ‘protes’ dari sesama pedagang, bahwa sistem dagang Islam Pak Mahmud bisa merugikan dan tidak bisa mendapatkan untung banyak. Pak Mahmud keukeuh dengan sistem dagang ini untuk kemaslahatan umat, namun pendapat ini dipatahkan dengan tindakan para ahli agama yang telah menggunakan uang Negara hingga 9 milyar untuk menentukan Hilal. Berita ini mengusik hati Pak Mahmud, ia ingin memastikan sendiri bahwa untuk membuktikan hilal bisa dengan cara sederhana dan tidak menghabiskan banyak uang Negara. Demi sebuah membersihkan nama baik agama, ia pun melakukan perjalanan mencari hilal dengan menelusuri jejak saat ia pesantren. Dimana, dia dan santri berjalan ke gunung untuk memastikan tanda hilal. Akhirnya, dengan tubuh tua dan semangatnya yang tetap tinggi untuk sebuah kebenaran, ia pun melakukan perjalanan dengan anaknya –Heli- atas permintaan Halida.

Cerita semakin menarik, ketika pak Mahmud mempertahankan prinsip bahwa langkahnya ini untuk Allah maka akan selalu ada jalan. Sementara, Heli memanfaatkan teknologi GPS agar sampai tujuan dengan tepat. Yang terjadi? Setiap perjalanan yang mereka lewati penuh kejutan dan membuka banyak kehidupan, seolah memberi banyak simbol kehidupan kecil yang menjadi akar permasalahan dalam tataran kehidupan. Hal ini membuat kita para penonton diajak untuk semakin terbuka tentang alam dan nilai Islam yang diterapkan di masing-masing daerah. Kejadian demi kejadian muncul mengangkat frame budaya Islam Indonesia yang telah dipengaruhi oleh berbagai kondisi, sehinggga menciptakan karakter implementasi Islam yang berbeda-beda dalam kehidupan nyata. Ada yang menerapkan Islam dengan praktis, ada yang dipengaruhi nafsu, dipengaruhi budaya, pun politik.
Suasana keindahan pedesaan daerah Jawa Tengah terasa kental menjadi latar dalam film ini. Dialog logat Jawa dari setiap pemain, rumah tua, sawah-sawah dengan sisa kemajuan desa terasa hangat dan dekat dengan kondisi alam Indonesia. Tiap gambar yang diambil mewakili energi tertentu pada tiap situasi, tentang kegelisahan Heli dan keteguhan Pa Mahmud. Film ini menarik untuk di apresiasi oleh semua kalangan, tidak hanya sebagai film “Islam” karena membawa agama ini yang menjadi dasar cerita tapi mengingat banyak fenomena sosial yang disampaikan melalui berbagai adegan menjadi simbol pergeseran nilai Islam yang dipengaruhi berbagai kepentingan. Dari tingkat pemerintahan hingga tingkat masyarakat di kehidupan sehari-hari. Nilai Islam menjadi alat untuk pembenaran kepentingan pribadi, dari tingkat supir hingga kebutuhan mendapat posisi penting dalam lapisan masyarakat.

Menurut Pak Mahmud, ia punya keyakinan penuh dengan menerapkan nilai-nilai Islam dapat mewujudkan kehidupan yang baik, karena Islam adalah agama rahmatan lil alamin (agama yang membawa kebaikan bagi seluruh alam). Aturan hidup dari hal kecil hingga besar ia terapkan pada kehidupan sehari-hari. Sayangnya, tidak semua orang bisa menerima karena sistem ini dianggap ‘merugikan’ kehidupan mereka. Padahal Mahmud menganggap cara ini akan menjadi baik bagi semua orang. Seringkali Pak Mahmud memberi nasihat nilai-nilai keagamaan, di ruang ibadah (masjid) maupun menegur langsung, namun seringkali cara ini sering membuat orang gerah karena dianggap tidak memberi ‘untung’. Mungkin karena tidak semua orang tidak faham dan tidak tahu cara-cara yang Pak Mahmud lakukan itu akan membawa kebaikan.

Dalam film ini, kita diajak untuk berefleksi tentang nilai-nilai Islam yang penuh cinta dan indah semakin bergeser karena berbagai kondisi budaya, sosial dan kepentingan materi. Sehingga banyak orang yang memanfaatkan kesempatan menjadikan islam sebagai alat untuk kepentingan pribadi. Pencarian hilal yang dilakukan oleh Pak Mahmud, menjadi sebuah simbol pencarian garis menuju sebuah gerbang kebenaran.

@imatakubesar
Bandung, 14 Juli 2015

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline