Lihat ke Halaman Asli

Mataharitimoer (MT)

Blogger, bekerja paruh waktu dalam kegiatan literasi digital untuk isu freedom of expression dan toleransi lintas iman.

Rehabilitasi Kaum Radikal

Diperbarui: 26 Juni 2015   19:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_35930" align="alignleft" width="195" caption="kyai nasrudin latief, Bogor"][/caption] Selesai pengajian rutin malam Jum'at, yang digelar oleh Pesantren Daarul Uluum, aku menyempatkan diri bercengkrama dengan kyai Nasrudin Latief (NL). Obrolan mengarah pada program beliau terkait deradikalisasi dan rehabilitasi. MT : Sampai hari ini, masih ada orang yang berhasil direhabilitasi? NL : Program rehabilitasi tidak akan pernah berhenti, karena masih saja ada orang-orang (baca: mantan aktifis gerakan radikal bawah tanah) yang mendatangi saya. MT : Kenapa mereka datang ke kyai? Bukanlah tak pernah ada promosi tentang ICDW (Indonesian Center for Deradicalization and Wisdom)? NL : Biasanya mereka datang dengan kesadaran sendiri, bukan direkrut. ICDW belum pernah melakukan rekruitmen. MT : Kenapa tak merekrut? Bukankah dengan merekrut akan semakin banyak orang yang direhabilitasi? NL : Kalau kami merekrut, berarti kami melakukan intervensi terhadap gerakan-gerakan radikal. Lebih bijaksana jika kita melayani mereka yang datang sendiri ke sini. Berarti kita melayani tamu. Apa yang tamu inginkan, itulah yang kita lakukan. Jika mereka berkenan mengikuti program rehabilitasi, ya silakan. Jika sekedar tukar pikiran, diskusi, ya cuma sampai pada tataran pemikiran saja. MT : Apakah pemerintah mendukung program ICDW? NL : ICDW adalah program independent. Tidak ada kaitan dengan pemerintah. Meskipun program ini bisa jadi dianggap membantu pemerintah dalam mengurangi ancaman terorisme, tapi tetap saja kami berdiri sendiri. Pemerintah punya cara sendiri. Kamipun punya cara sendiri. Kami lebih persuasif dan bersahabat, karena tak menganggap kaum radikalis itu sebagai musuh yang harus dicerca, dihina, bahkan dijerumuskan ke neraka dunia. MT : Dari daerah mana saja yang sudah mengikuti program ICDW dan telah kembali menjadi "manusia biasa-biasa saja"? NL : Banyak. Belum lama adalah beberapa orang dari Banten, Surabaya, Madura, Jawa Barat, dan beberapa orang Jakarta, terutama di Juanda. MT : Apa yang mereka lakukan setelah mendapatkan rehabilitasi? NL : Macam-macam. Ada yang kembali jadi pengusaha kecil-kecilan. Bahkan ada juga yang sekarang usahanya sudah besar dan bisa mempekerjakan para mantan aktifis gerakan radikal yang sudah sadar. Ada juga yang kerja jadi kuli, guru, teknisi komputer, dan lain-lain. Pokoknya kita mengembalikan mereka kepada apa yang mereka bisa. MT : Apa yang kyai inginkan untuk ICDW ke depan? NL : Kami ingin mempunyai lahan khusus untuk terapi secara intensif.  Di lahan tersebut berdiri pondokan untuk mereka yang sedang mengikuti program deradikalisasi dan wisdom (spiritual therapy). MT : Dimana rencananya lahan tersebut? NL : Entah, belum dapat gambaran. Inginnya di dekat-dekat sini saja. Biar dekat dengan pesantren. MT : Kenapa tidak digabungkan dengan pesantren saja? NL : Kurang baik untuk santri. Tugas mereka adalah belajar. Mendalami ilmu agama dan keterampilan. Lebih baik ICDW memiliki pondok sendiri. Terhadap santri, pondok ICDW itu sekedar jadi laboratorium penelitian saja. MT : Adakah anggota gerakan radikal yang menghalangi program ini? NL : Mereka tahu siapa saya. Mereka tahu bagaimana sikap saya terhadap negara ini dan terhadap gerakan-gerakan seperti mereka. Sejauh ini, belum ada yang melancarkan sikap ketidaksetujuan secara jahat. Bagaimanapun, orang-orang gerakan radikal itu juga masih punya pikiran jernih untuk menentang pesantren ini. Khususnya terhadap ICDW. MT : Apa yang biasanya mereka nyatakan terhadap sikap kyai? NL : Yang masih hangat terjadi awal november lalu. Ada yang datang dengan membawa kemarahan terhadap negara republik Indonesia. Bahkan ia mencaci maki presiden di depan saya, dengan kata-kata yang tak senonoh. MT : Kenapa ia bersikap begitu? NL : Tak tahu. Saya tak tahu hatinya. Tapi saya curiga, ia hanya sekedar memancing ataupun memprovokasi agar saya ikut-ikutan anti pemerintah. Mungkin begitu... MT : Maksud kyai, para ulama yang pernah mengundang kyai pergi ke sebuah pertemuan gerakan ulama di Palembang kemarin? NL : Ya. Tepat. Kasihan sekali... usianya sudah tua, tapi masih menyimpan dendam dan amarah. Kasihan sekali melihat orang-orang seperti itu...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline