Lihat ke Halaman Asli

Negeri Fiksi

Diperbarui: 18 Juni 2015   05:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Pernahkah anda singgah di negeri fiksi yang biasa disebutkan dalam puisi? Negeri Itu adalah negeri dimana pemimpinnya lebih memihak birokrasi dibanding rakyatnya sendiri, di negeri ini meski manipulasi nyata terjadi, namun orang-orangnya nyaman karena adanya sokongan tanpa henti, mereka (mungkin) sadar mengakui bahwa menuruti kata materi jauh lebih penting dibanding kata hati.

Ini negeri yang katanya bisa menjadi penguasa dunia namun masyarakatnya bodoh karena malas, ada negeri yang katanya terlampau kaya namun rakyatnya miskin karena nyaman ditindas. Tahukah kalian dimana negeri fiksi itu berada? negeri fiksi itu ada disini, tempat kita menginjakkan kaki, tempat kita mengais rejeki, bahkan menyuap nasi

Di negeri ini orang-orangnya dapat dengan mudah meng-“KAFIR”-kan orang lain hanya karena ia tak berpakaian layaknya santri, standard keimanan seseorang juga hanya dinilai dari sebatas mengenakan peci. Di negeri ini, kaum mayoritas bebas unjuk gigi, sementara minoritas hanya gigit jari, mereka harus rela dilibas oleh sebuah alat bernama “Organisasi”

Di negeri ini, hukum dengan mudah bisa dibeli, bahkan anak-anak pejabatnya kebal hukum, mencelakakan orang lain tak perlu dihukum. Di negeri ini, korupsi Alqur’an juga Haji pun sudah menjadi rahasia umum bahkan pelakunya bebas tampil dimuka umum

Di negeri ini jika ada kerabat penguasa melakukan kelalaian hingga mengakibatkan kerugian bagi para jelata, maka ini akan dianggap sebagai bencana nasional, dan kita dipaksa untuk mengesampingkan penalaran akal, kata orang negeri ini punya moral, tapi nyatanya hanya sebatas oral. Rakyat di negeri fiksi harus rela makan hati agar pemimpinnya dapat kenaikan gaji

Tahukah kalian apa yang lebih parah di negeri fiksi ini? Apa lagi selain pembunuhan masal atas berlatar belakang kepentingan namun mengatasnamakan “keamanan bangsa”. Keamanan bangsa?? Mungkin tepatnya keamanan “Harta.” Di negeri fiksi ini, pelanggaran Hak Asasi hanya dianggap sebagai sebuah sejarah, dengan sengaja dibiarkan basi, di negeri ini bahkan menulis fiksi pun hanya akan membuat penguasa marah. Ini negeri dimana pemimpin bebas bicara dusta, lalu ia dapat berjalan dengan mulut terbuka, tapi jika di pagi hari ada rakyat biasa bicara jujur, maka malam hari ia pulang kerumah dengan mulut terbungkam.

Kata orang negeri ini butuh revolusi, yang lainnya lagi bicara masalah hak asasi. Terlalu banyak hal ngeri di negeri ini, negeri fiksi yang sudah tak lagi memiliki nurani.

@matadantelinga

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline