Lihat ke Halaman Asli

Peringati Milad GAM ke 38, Mantan Kombatan Harap Perdamaian Abadi

Diperbarui: 17 Juni 2015   16:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1417709218869492592

Kita awali dengan membaca bismillahirrahmannirrahim, selanjutnya mari sama-sama kita bacakan Surah Al Fatihah tiga kali untuk arwah para syuhada, para pemimpin kita yang telah syahid di masa Konflik Aceh dalam membela kebenaran, menuntut keadilan, membela harkat dan martabat rakyat Aceh. Damailah Negeriku sejahteralah bangsaku, Amin Yarabbal Alamin.

Selamat Hari jadi GAM ke 38, 4 Desember 1976-4 Desember 2014. Bila hari ini adalah Ulang tahun GAM (Gerakan Aceh Merdeka) yang ke 38, maka hari ini pula kami memperingati hari gerakan perlawanan rakyat terhadap negara yang tidak mampu memberi rasa keadilan bagi rakyatnya yang telah mengorbankan harta, darah dan nyawa demi berdirinya sebuah negara kesatuan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyatnya.

Dengan semangat 4 Desember 1976, dari masa perjuangan bersenjata hingga ke perjuangan masa damai ini, rasa nasionalisme kita jangan meredup walaupun sudah 10 kali kita merayakan upacara ini secara sederhana, tanpa menggunakan baju dinas PDL dan senjata di tangan. Momentum 4 Desember dapat kita jadikan sebagai bahan renungan dan pertimbangan bagi kita, betapa pahitnya perjuangan kita dulu, hendaklah jangan dianggap sepele oleh kawan-kawan kita hari ini, umur perjuangan sudah memasuki 38 tahun.

Setelah sembilan tahun penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) belum ada tanda-tanda keseriusan pemerintah RI untuk menutup rapat ide-ide pemberontakan dalam negara. Oleh karena itu kami selaku anak bangsa yang telah berjanji dan telah menandatangani hitam diatas putih untuk melupakan keinginan merdeka pisah dari NKRI. Seharusnya pemimpin Indonesia menanggapi secara serius, bukan menyepelekan tandangan Perdana Menteri GAM (Malik Mahmud Al Haytar). Karena begitu sulitnya untuk merintis sebuah perdamaian dengan menghentikan perang dengan senjata dan membubarkan pasukan perang yang sudah terlatih dan sudah bersumpah "Hidup Merdeka Mati syahid". Ini slogan prajurit GAM daripada Ta Hudep dalam kehinaan leubeh jroh ta mate dalam kemuliaan (Daripada kita hidup dalam kehinaan lebih baik kita mati dalam kemuliaan).

Ucapan sumpah prajurit GAM, semua dengan nama Allah, semua demi Allah dan demi Rasulullah. Jelas sumpah itu bukan main-main karena kunci utama dalam memperkuat perdamaian adalah dengan cara merekrut kembali dan membina prajurit GAM yang se-ideologi dengan pimpinan GAM yang sudah siap berdamai, bukan mengabaikan mereka begitu saja. Inilah yang sering saya tulis di jejaring sosial facebook. Karena membubarkan sayap Militer GAM tanpa pembinaan dan ketrampilan ataupun bimbingan cara hidup dalam Negeri Damai dan cara hidup tanpa kekerasan, sama saja dengan memelihara anak harimau lalu melepaskan ke pemukiman penduduk. Biarpun anak harimau kelihatan jinak, tetapi sesekali ia akan menggigit jika kelaparan.

Hal ini yang perlu kita fahami bersama bahwa menelantarkan Mantan Tentara GAM sama juga dengan membiarkan bangkitnya kembali semangat perlawanan rakyat terhadap negara. Maka jika ingin menyelesaikan permasalahan Aceh secara permanen, mari bangkitkan semangat juang untuk perdamaian, jangan cuma damai di mulut tapi masih perang di hati.

Sudah 7 kali berganti presiden 7 kali rakyat Aceh tertipu, maka dengan momentum hari jadi GAM yang ke 38, mari kita peringati bersama sebagai hari bersejarah dan kita tinggalkan cara-cara kekerasan terus kita kenang masa-masa sulit selama 38 tahun. Hari ini adalah hari lahirnya perjuangan rakyat Aceh, mari kita lupakan masa suram dan kita mulai berjuang dengan cara-cara damai, mari kita lupakan ide merdeka pisah dari NKRI dan kita ganti dengan Gerakan Aceh Merdeka dalam NKRI (GAM dalam NKRI). Inilah ketulusan hati kami demi merawat perdamaian yang sudah tercapai.

Demi permanenisasi perdamaian yang telah tercapai, inilah kesefahaman bersama yang tidak ada paksaan, karena berdamai bukanlah menghentikan perjuangan secara total, tapi berdamai hanya demi menghindari jatuhnya korban rakyat Aceh dan melanjutkan perjuangan dengan cara-cara politik dan diplomasi. Kita berdamai bukan karena keterpaksaan, tetapi kita berdamai dengan ketulusan hati. Memperingati Milad GAM hari ini bukan juga untuk mengorek luka yang sudah lama kering, tetapi memperingati Milad GAM setiap 4 Desember hanya untuk mengkampanyekan perdamaian.

Semoga dengan Milad GAM yang ke 38 menjadi inspirasi bagi kita yang cinta perdamaian dan cinta perjuangan. Kita semua tidak ingin kembali kemasa lalu tetapi yang kita inginkan masa depan Aceh lebih baik dari masa lalu. Menyangkut tentang penghentian permusuhan antara TNI/Polri dan TNA GAM tidak lain hanyalah untuk menghindari jatuhnya korban di pihak sipil yang tak berdosa. Penghentian permusuhan hanya demi menyelamatkan rakyat Aceh, karena selama 38 tahun konflik Aceh, lebih kurang sepuluh ribu nyawa melayang, sedangkan cita-cita bangsa belum sepenuhnya tercapai. Perjuangan suci harus kita awali dengan niat yang suci, jangan biarkan kesucian ini dinodai oleh pihak-pihak yang ingin mengambil manfaat diatas penderitaan rakyat.

Kita sudah melewati masa-masa sulit dan kita sudah berhenti berjuang dengan senjata. Hari ini kita serahkan sepenuhnya kepada eksekutif, legislatif serta DPD/Senator, DPR RI asal Aceh untuk memperjelas status Aceh pasca penandatanganan MoU damai antara RI dan GAM. Apakah status Aceh daerah Khusus dalam NKRI atau MoU cuma sandiwara petinggi Republik Indonesia. Jika UU PA tidak terealisasi, lebih baik mundur saja para wakil rakyat Aceh yang selama ini suka mengobral janji diatas pentas dan di media, atau lupakan saja Aceh dan jangan lagi bawa-bawa nama Aceh untuk kepentingan pribadi.

Hari ini kita perlu mengawasi dan mengoreksi diri, khusus dalam internal jama'ah perjuangan Aceh. Karena siapapun yang menyetujui perubahan pada bendera Aceh yang telah disahkan oleh DPRA, siap-siap menerima kehancuran politiknya dan siap-siap juga dicap "Pengkhianat" oleh bangsa Aceh. Kita boleh saja meminta maaf pada orang yang masih hidup hari ini, tetapi bagaimana caranya kita meminta maaf kepada ribuan orang yang telah meninggal demi perjuangan suci ini, demi membela harkat dan martabat rakyat Aceh, demi bendera warisan indatu. Sudah cukup mantan Gubernur Aceh yang mengkhianati bangsa Aceh, karena Gubernur lama sama sekali tidak mencoba mengimplementasikan UU PA semasa menjabat sebagai Gubernur Aceh.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline