Dari beberapa kali pengalaman memperbaiki mobil di bengkel, saya dapat melihat celah perbaikan kualitas layanan. Pertama kali ke bengkel, saya masih awam soal harga dan condong sepakat dengan paket yang ditawarkan.
Ternyata, variasi harga dari bengkel ke bengkel tidak mencerminkan profesionalitas kerja. Montir tidak sepenuhnya paham tentang harga. Ketika ditanya, mereka akan kembali memastikan pada pemilik bengkel.
Dua bengkel mobil yang pernah saya kunjungi memiliki pelanggan tetap. Mereka bekerja cepat dan sigap, sehingga pelanggan berdatangan.
Padahal tampilan bengkel biasa saja. Bahkan terlihat apa adanya tanpa embel-embel informasi yang ditempel. Makanya, soal harga bisa berubah dari satu montir ke montir lain.
Saya jadi teringat pada buku berjudul Rantai tak Putus karya Dee Lestari. Kebanyakan UMKM kelas menengah ke bawah sulit merangkak ke atas karena mindset kerja 'asal-asalan'.
Kerapian dan kebersihan jarang diperhatikan. Peralatan bengkel tergeletak di lantai, tumpahan oli berceceran, dan tumpukan kaleng-kaleng bekas berserakan.
Montir hanya sekedar bekerja memperbaiki mobil dan mengikuti arahan kepala bengkel. Padahal, kualitas bengkel ditentukan oleh kualitas layanan dan perbaikan. Keduanya saling terkait satu sama lain.
Harga dan Jenis Layanan
Mengubah tampilan bengkel menjadi Premium mudah dilakukan. Saya hampir tidak pernah menemukan bengkel yang menyodorkan daftar harga layanan ketika konsumen membawa mobil ke bengkel.
Biasanya montir mengecek kondisi mobil, lalu menentukan harga kilat. Dengan cara seperti ini, konsumen terpaksa percaya dengan keterbatasan ilmu tentang permobilan.
Ini adalah sisi kelemahan bengkel mobil. Jika saja sebuah bengkel menetapkan harga layanan berikut daftar jenis perbaikan, konsumen dengan mudah meyakinkan diri untuk menyerahkan mobil kepada montir.