Di sudut jalan nasional, pasangan ini menjual kelapa muda. Mereka kerap mulai menawarkan kelapa muda pada jam 11 siang. Di bawah pohon besar sebagai tempat berteduh, mereka saling membantu satu sama lain.
Seusai berlari pagi, saya sering mencari kelapa muda untuk memulihkan kembali tenaga yang hilang. Kadang di awal pagi atau sesekali di waktu menjelang siang. Setelah menjemput anak di sekolah, saya mampir membeli kelapa muda pada pasangan ini.
Mereka selalu berbaik hati menuangkan air kelapa agar penuh. Kadangkala kelapa ada yang kecil, sehingga isi airnya sedikit. Namun, mereka tidak pelit untuk membelah kelapa lain manakala air kelapa lebih sedikit atau isinya tidak ada. Cara mereka berjualan termasuk unik. Tidak takut rugi sama sekali.
Menariknya lagi, banyak pembeli silih berganti datang menghampiri untuk membeli pada mereka. Tentu bukan tanpa alasan. Banyak pembeli yang mampir sekali, lalu esoknya kembali memesan beberapa bungkus.
Begitulah sebenarnya cara berjualan yang benar. Tidak mengurangi takaran dan pandai menggait hati pembeli. Di tempat lain, banyak penjual kelapa muda, tapi sedikit yang mau melebihkan seperti pasangan ini.
Saya yakin rejeki mereka selalu berkah dengan cara berjualan seperti ini. Setiap pembeli merasa puas dan senang hati kembali di lain waktu. Mereka juga ramah dan selalu memilih kelapa sesuai keinginan pembeli. Mau yang isinya lembut atau keras, tinggal katakan saja.
Mereka jujur dan menakar dengan hati, bukan timbangan yang kadang mudah dimainkan. Ya, di akhir zaman penjual seperti ini semakin sulit dicari.
Semoga rejeki mereka terbuka lebar dan mendapatkan keberkahan dari setiap uang yang dibawa pulang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H