Kebiasaan minum air galon berefek pada tingkat kemiskinan di Indonesia. Masyarakat kelas menengah di negara maju lebih memilih minum air yang disediakan pemerintah di area publik. Begitulah pendapat ekonom senior yang juga mantan Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro. [sumber:cnbc Indonesia]
Berdasarkan data Badan Statistik Nasional (BPS), jumlah warga kelas menengah tahun 2019 adalah 57,33 juta (21,45%) dari total penduduk Indonesia, sementara di tahun 2024 jatuh ke angka 47,85 juta (17,13%) dari keseluruhan penduduk Indonesia.
Data ini menunjukkan penurunan kelas menengah sekitar 9 juta ke level bawah. Dari analisa data yang ada, asumsi pola konsumsi air galon masyarakat kelas menengas menjadi satu dari sekian alasan kemiskinan di Indonesia.
Benarkah demikian?
Coba bandingkan jumlah kerugian negara selama beberapa tahun terakhir, terkhusus pada kasus tambang. Lalu, bandingkan bagaimana kerugian negara akibat ulah pejabat yang tidak berakal tersebut.
Eksploitasi tambang timah tidak hanya menyebabkan kerugian besar bagi negara. Kerusakan hutan, pencemaran udara, dan ketidakstabilan struktur tanah menjadi dampak rusaknya lingkungan dalam jangka waktu panjang.
271 triliun hilang tanpa bekas
Angka kerugian negara berbentuk materi sungguh mencengangkan. 271 triliun bukanlah jumlah kecil. Bahkan, dampak besar bagi ekosistem pesisir dan laut diprediksi jauh lebih besar.
Kita patut heran dengan cara mengelola negara pemimpin saat ini. Rakyat menderita dengan kebijakan dan tata kelola negara di tangan orang-orang dengan perilaku buruk.
Di Korea Utara, media memberitakan eksekusi mati 30 pejabat akibat gagal mencegah banjir. Terdengar kejam dan bengis, tapi efektif untuk membumihanguskan pejabat koruptor.
Ada yang menulis "sepertinya Kim Jong Un cocok memimpin Indonesia satu tahun". Ah, saya setuju untuk ide brilian ini. Satu tahun cukup untuk mengeksekusi pejabat tidak bermoral bermental koruptor.