Seberapa banyak orang yang mengindahkan label pada makanan dan minuman? hanya segelintir orang yang benar-benar tergerak untuk membaca label kandungan gizi pada makanan dan minuman.
Sebuah label hanyalah formalitas. Kegunaan label pada makanan dan minuman sebatas regulasi. Pada kenyataannya, orang akan tetap membeli barang yang sudah terekam di otak mereka.
Sedikit dari kita yang memahami jika otak merekam makanan dan minuman yang rutin kita konsumsi. Indra penciuman dan perasa menjadi gerbang data bagi otak manusia.
Kita tergerak untuk membeli makanan yang sama karena otak mengirim sinyal pada anggota tubuh. Itulah alasannya mengapa rasa manis berlebih atau bau yang khas memberi kesan berbeda dan terekam kuat pada memori di otak.
Jika anda pernah masuk ke toko roti ternama seperti, katakanlah, Rotiboy atau lainnya, bau khas roti yang baru siap dipanggang sangat terasa di indra penciuman. Tanpa kita sadari, bau roti melekat kuat di otak kita.
Sama halnya seperti rasa manis yang dicicipi lidah. Pertama kali mencoba terasa begitu nikmat, seterusnya otak akan memerintahkan untuk mencobanya lagi dan lagi.
Makanya, gula memberi efek sama pada otak seperti narkoba. Terlalu banyak konsumsi gula membuat orang 'candu' pada makanan manis seperti donat, es krim, dan beberapa lainnya. Efek lainnya adalah munculnya rasa malas.
Orang yang sering mengkonsumsi makanan dan minuman bergula atau berpemanis condong minim bergerak. Tidak percaya? silahkan liat fenomena tersebut di sekitar kita. Akhirnya, pankreas harus bekerja ekstra untuk memproduksi insulin.
Bukan hal baru jika penyakit diabetes menyerang anak-anak. Konsumsi minuman kemasan dengan pemanis buatan sudah melampaui batas normal. Ditambah gaya hidup konsumtif dan malas bergerak, terbentuklah sel kanker.
Label Kandungan Gula
Bagi saya pribadi, menyertakan label kandungan gula di kemasan minuman tidak menawarkan solusi jangka panjang. Masalah utamanya ada pada kesadaran tentang hidup sehat. Edukasi tentang perilaku hidup sehat masih sangat dangkal.