Lihat ke Halaman Asli

Masykur Mahmud

TERVERIFIKASI

A runner, an avid reader and a writer.

Mulai Bisnis Modal Nekat, Bolehkah?

Diperbarui: 27 Mei 2024   21:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

bisnis macet | freepik.com

Seorang teman bercerita jika bisnisnya macet. Awalnya ia menanggapi seorang teman yang mau berinvestasi. Konsep bisnis datang dari teman dekat, sedangkan ia hanya menyetujuinya dan melakukan investasi 60-40 %.

60% dana darinya dan 40% lagi dari teman. Deal berlangsung dan bisnis berjalan. Namun, belum setahun berjalan bisnis tersendat. Kendalanya karena terjadi kerusakan pada peralatan karena faktor pemakaian konsumen.

Bisnisnya berjenis usahan rental. Pihak yang berinvestasi tidak ambil pusing dengan masalah ini, ia hanya mau uangnya kembali. Permasalahan seperti tidak terjadi jika konsep bisnis dibangun atas asas saling membantu di atas kertas. 

Walaupun sebenarnya keduanya berteman, persetujuan dan detil bisnis tidak sepenuhnya tertuang dalam kertas putih. Hal ini menjadi masalah lebih rumit karena solusi yang diharapkan masih ambigu.

Padahal, keduanya sama-sama memiliki visi mengembangkan bisnis tersebut. Sayangnya konsep bisnis tidak tertuang dalam poin tertulis, sehingga konsekuensi ketika masalah datang sebenarnya bisa diselesaikan lebih baik.

Membangun bisnis dengan modal nekat tidak selamanya menguntungkan. Kadanglaka sesuatu yang buruk bisa terjadi kapan saja. Termasuk kendala operasional dan kerusakan barang.

Pada dasarnya, sebuah ide bisnis sangat mungkin untuk dieksekusi ketika modal dan ide terhubung dengan baik. Misalnya, dalam kasus cerita di atas, jika keduanya menuangkan konsep detil beserta antisipasi masalah, ada jalan keluar saat masalah datang.

Sayangnya, ide cemerlang bisnis seringkali menutupi konsekuensi terburuk di masa depan. Simpelnya, resiko akan sebuah bisnis layak untuk didiskusikan sebelum keduanya menyetujui atau deal. 

Masalahnya, saat seseorang ditawari sebuah ide yang terdengar menjanjikan, seringkali akal sehat tidak berkerja dengan baik. Emosi yang menggebu-gebu dan bayangan profit malah sangat menggiurkan di awal.

Makanya, membuat keputusan harus didasari dengan memahami urgensi dan antisipasi resiko. Semakin besar resiko, selayaknya keputusan diambil tidak serta merta.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline