Penggunaan plastik di Indonesia cukup meresahkan. Limbah dari penggunaan plastik bukan hanya berbahaya bagi manusia, namun juga biota laut dan sumber air bawah tanah.
Kita mungkin pernah mendengar microplastics, yaitu serpihan plastik yang telah hancur terbawa arus ke dalam laut yang kemudian menjadi asupan ikan. Secara tidak langsung, biota laut tercemar dan teracuni setiap harinya imbas dari sampah plastik yang mengalir ke laut.
Saya tanpa sengaja menonton sebuah inovasi terbaru pembuatan pendingin ikan pengganti kardus berbahan busa plastik. Usaha ini dirintis di kawasan Filipina oleh perusahaan bernama Fortuna.
Ribuan buah kelapa dikupas dan diambil sabuknya. Lalu, kulit kelapa dmasukkan ke dalam mesin pengolah untuk menghasilkan sabuk kelapa yang lembut. Kumpulan sabuk kelapa lalu digabungkan dan diletakkan pada mesin pres untuk kemudian diproses ke tahap akhir.
Ide ini muncul dari kekhawatiran akan bahaya limbah plastik pendingin ikan yang dipakai nelayan setiap hari. Kardus berbahan busa plastik yang digunakan nelayan untuk menjaga ikan agar tetap dingin sering terbuang ke laut.
Walaupun harganya murah, busa plastik ini sangat berbahaya bagi ekosistem laut. Padahal, kardus berbahan dasar plastik ini mudah pecah dan harus digantikan karena tidak efektif menjaga suhu untuk mempertahankan kualitas ikan.
Oleh karenanya, ide pemanfaatan sabuk kelapa datang menghampiri. Sabuk kelapa hanya dijadikan limbah yang tidak menghasilkan. Lagipula, tidak ada yang perah terbesit menggunakannya untuk media pendingin.
Saat ide brilian ini muncul, petani kelapa langsung kebagian berkahnya. Dari tukang panjat sampai mereka yang mengolahnya menjadi sabuk berkualitas.
Sabuk kelapa sangat efektif menjaga suhu dingin. Ikan yang dimasukkan ke tas berbahan sabuk kelapa dapat bertahan lama, khususnya bagi pelayan di tengah laut yang berlayar ke daratan.