Lihat ke Halaman Asli

Masykur Mahmud

TERVERIFIKASI

A runner, an avid reader and a writer.

Seorang Dokter Mengamputasi Anak Sendiri Tanpa Bius

Diperbarui: 22 November 2023   09:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Amputasi di Gaza | freepik.com

Kita sering mendengar atau menonton berita tentang kisah heroik dokter yang berhasil melakukan operasi untuk menyelamatkan hidup seseorang. Dunia kesehatan memberi apresiasi yang sangat besar saat operasi yang sulit berhasil dilakukan.

Namun, ada sebuah kisah yang hanya sedikit diberitakan. Di sebuah negara yang saat ini mengalami penderitaan bertubi-tubi. Seorang dokter di Plaestina terpaksa mengamputasi anak sendiri tanpa bius. 

Tentu ini bukan tanpa alasan. Serbuan rudal, bom, tembakan yang terus menerus dilakukan Israel telah melumpuhkan tidak hanya ekonomi Palestina, namun pasokan obat-obatan di seluruh rumah sakit di Gaza. 

Kita tidak bisa membayangkan bagaimana pasien-pasien yang terkena rudal dan bom serta tembakan tentara terlaknat di dunia harus dioperasi tanpa menggunakan obat bius. Itulah kenyataan yang sedang terjadi di Gaza sejak perang Palestina-Israel terjadi 7 Oktober 2023.

Jika di negara-negara lain operasi dilakukan di ruang dengan standar sangat bersih untuk menghindari bakteri, hal serupa tidak berlaku di Palestina. Korban perang yang selamat bahkan masih diserang ketika berada di dalam rumah sakit sekali pun. Sangat brutal bukan?

Dokter yang terpaksa mengamputasi anak sendiri tanpa bius tahu persis bagaimana rasa sakit yang harus ditanggung. Bayangkan bagaimana perihnya hati seorang ayah yang tidak memiliki pilihan selain menyaksikan rasa sakit anaknya di tangannya sendiri.

Namun, takdir berkata lain. Anaknya tidak bisa diselamatkan. Lagi-lagi, betapa hancurnya hati seorang ayah harus rela melihat buah hatinya pergi untuk selama-lamanya di tangannya sendiri.

Kisah-kisah seperti ini buka hanya terjadi pada satu, dua, tiga keluarga. Ratusan ayah kehilangan anak, ribuan suami kehilangan istri, dan ribuan anak kehilangan ayah.

Perihnya kehidupan di Palestina akibat serangan tentara Israel sudah tidak bisa dideskripsikan lagi oleh kata-kata. Mereka diserang, dirudal dan dibom dari arah yang sama sekali tidak bisa diprediksi. 

Nyawa di Palestina seakan tidak berharga. Seseorang bisa bernafas dipagi hari, lalu siangnya telah tiada. Seseorang bisa terlihat di malam hari, lalu ketika pagi rumah yang ditempati tidak lagi tersisa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline