Seringkali orang tua menuruti keinginan anak ketika mereka merengek menginginkan mainan. Di banyak kesempatan, kita juga mudah sekali menemukan penjual mainan di pinggir jalan atau pada momen-momen tertentu.
Tanpa mainan, anak mudah merasa bosan dan condong bersikap rewel. Setidaknya, begitulah anggapan orang tua. Saat anak terlihat 'mengusik' kenyamanan ayah atau ibu, cap nakal pada anak mudah saja melekat.
Jika dicermati dengan baik, anak mencari perhatian orang tua dengan banyak cara. Termasuk diantarannya dengan 'menggangu' aktivitas orang tua. Ya, penggunaan kata mengganggu boleh jadi tidak sepenuhnya tepat.
Sebagai makhluk kecil yang masih hidup dengan konsep bermain sepanjang waktu, anak akan terlihat rewel saat rasa nyaman tidak didapatnya.
Bermain adalah cara anak untuk mendapat stimulasi guna mendukung perkembangan otak. Cara bermain pada setiap anak juga berbeda dan sangat ditentukan oleh keadaan lingkungan tempat mereka dibesarkan.
Dalam konteks keluarga, menfasilitasi anak dengan ragam mainan boleh jadi bermanfaat. Meskipun demikian, membiasakan anak terlelap dengan mainan sepanjang waktu memiliki efek kurang baik pada kemampuan kognitif mereka.
Otak berkembang karena faktor rangsangan berbentuk stimulasi. Maknanya, bagaimana orang tua membersamai anak memiliki dampak positif pada perkembangan kognitif anak.
Relationships support toddler cognitive development, especially relationships with parents.
Hubungan baik orang tua dan anak menjadi kunci perkembangan kognitif yang baik. Jika dengan mainan anak bebas bermain, kehadiran orang tua membersamai anak adalah kunci terbentuknya stimulasi bagi otak.
Mainan semahal apapun hanya membentuk komunikasi satu arah, sementara peran ayah dan ibu bermain bersama anak membentuk komunikasi dua arah yang sangat penting untuk perkembangan kognitif anak.
Kemampuan berpikir, memahami, dan berkomunikasi tidaklah hadir dengan sendirinya. Dukungan orang tua melalui kehadiran di sekitar anak menjadi tolak ukur perkembangan kognitif anak.