Ide untuk menyuarakan Surat Izin Mengemudi (SIM) seumur hidup memang baik, namun apakah kebijakan ini sudah sepantasnya diterapkan?
Jika merujuk pada korban laka lantas setiap tahunnya, idealnya proses penerbitan SIM perlu ditinjau kembali. Pemberlakuan SIM seumur hidup sah-sah saja diterapkan dengan beberapa pertimbangan bijak.
Sejak 2016 hingga 2021, korban kecelakaan lalu lintas darat tergolong tinggi. Korlantas Polri mencatat ada 94 ribu lebih kecelakaan dalam rentan waktu Januari ke September 2022. [baca di sini].
Sementara Jepang di tahun 2021 hanya mencatat jumlah kematian akibat kecelakaan sebanyak 2.636 korban. Coba bandingkan betapa jauhnya jumlah korban laka lantas antara Indonesia dan Jepang. [baca di sini]
Kenapa Jepang bisa menurunkan jumlah laka lantas?
Jika merujuk pada statistik tahun 1970 di mana jumlah korban kecelakaan di Jepang mencapai 16.765, maka angka kecelakaan di tahun 2021 sudah jauh menurun.
Nah, bagaimana dengan Indonesia? Pada tahun 2022, untuk provinsi Jawa Tengah saja, tercatat 14 ribu kasus kecelakaan. Bukankah hampir setara dengan jumlah kecelakaan di Jepang pada tahun 1970?
Jika demikian, bukankah ini bermakna Indonesia bergerak mundur ke belakang dalam hal tata tertib lalu lintas? Tentu saja tidak serta merta bisa dimaknai demikian.
Sarana transportasi untuk menunjang pergerakan barang dan manusia dilakukan dengan kendaraan. Ada banyak jenis kendaraan yang difungsikan dengan tujuan berbeda. Minimnya kesadaran perawatan kendaraan di Indonesia juga berakibat fatal pada sejumlah kecelakaan.