Seorang anak muda terlihat sedang melayani pembeli martabak telur. Saya mendekatinya dan bertanya berapa lama sudah keluarganya berjualan martabak telur disini.
"Sudah lebih 30 Tahun, bg" jawabnya singkat.
Biasanya sang ayah yang melayani pembeli, namun kini anaknya sudah dipercaya untuk meracik martabak .
Umurnya masih relatif muda, bahkan saat ayahnya mulai menjual martabak disini ia belum lahir.
Dulu saat tahun 1988 ketika ayahnya mulai menjual martabak, toko-toko disini masih terbuat dari kayu. Toko kawasan mesjid ini memang termasuk area yang sudah lama berkembang sebagai tempat jualan.
Lokasinya sangat strategis tepat di belakang mesjid Ulee Kareng, Banda Aceh. Jama'ah masjid sering berkumpul disini setelah shalat subuh Kopinya relatif murah dan kuenya juga bervariasi.
Martabak telur menjadi pilihan pengganjal perut ketika lapar. Jika dilihat kasat kata, pengunjung yang membeli martabak telur disini bisa mencapai setidaknya 50 orang perhari. Harganya masih terjangkau, Rp 7.000 untuk sebutir telur.
Omset dari menjual martabak telur boleh dikatakan sangat menjanjikan. Terbukti Selama 30 tahun sudah penjual martabak telur ini tetap bertahan. Tentu saja ini bukan waktu singkat untuk katagori bisnis kuliner.
kini generasi seterusnya siap mengambil alih tugas sang ayah menjual martabak telur. Kadang pemuda penjual martabak telur saling bergantian dengan abangnya untuk melayani pembeli.