Lihat ke Halaman Asli

Masykur Mahmud

TERVERIFIKASI

A runner, an avid reader and a writer.

Membiasakan Berbahasa dengan Kaidah yang Benar

Diperbarui: 4 November 2022   11:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi berbahasa (istimewa via kompas.id)

Bahasa berubah seiring hadirnya teknologi pada pemakainya. Ada banyak kata yang kini diadopsi menjadi koleksi kosakata dalam bahasa Indonesia. Umumnya kata-kata tersebut berasal dari singkatan yang mengarah pada kelakuan dan kebiasaan yang menjelaskan kepribadian seseorang.

Tentunya perubahan ini tidak sepanik dahulu kala saat teknologi belum menjadi sandaran hidup, akibatnya ada banyak kata yang 'lari' dari konteks makna secara literal. 

Seringkali karena pengaruh bahasa asing, seperti bahasa Inggris yang membuat pemakai bahasa condong memperpendek dan menyingkat serta melebel makna secara sepihak.

Tren ini lalu berkembang luas pada kaum remaja yang lebih mudah tergelincir untuk menggunakan kata-kata ini. Seiring waktu, karena faktor media sosial, kata-kata ini sampai pada telinga banyak orang.

Lalu, mau tidak mau orang-orang mulai mengadopsi ke dalam bahasa lokal dan terjadilah asimilasi atau pembauran bahasa. Lama-kelamaan jenis kata yang sering dipakai akan terbiasa pada lidah pemakai, apalagi jika mampu menjangkau lebih banyak pendengar dari berbagai kalangan.

Di satu sisi, saya sedikit mengkhawatirkan tren adopsi kata seperti ini. Alasannya, karena lambat laun pemakai bahasa akan kehilangan jati diri akan makna kata yang sebenarnya.

Bukan hanya itu, pelebelan makna pada kata yang berasal dari singkatan atau kependekan juga meengarahkan pemakai bahasa pada identitas yang tidak menggambarkan kebudayaan atau adat istiadat.

Sistem adopsi bahasa seperti ini tidak terjadi sebelum era teknologi. Kenapa, karena kata-kata serapan dahulunya tidak berpindah dari satu mulut ke mulut lainnya dari tontonan atau bacaan yang mengacu pada tren hidup.

Contoh kecil, kata lemot yang berasal dari singkatan LEmah OTak tentu tidak bisa dipahami dengan mudah oleh semua kalangan. Lebih dari itu, saya pribadi mengganggap bunyi kata ini terkesan sedikit negatif jika digunakan.

Atau contoh lainnya Bucin yang memiliki makna rela mengorbankan apa saja demi cinta atau merupakan singkatan BUdak CINta. Tren penggunaan kata ini pun ada pada generasi muda yang boleh dikatakan masih labil dalam berbahasa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline