Dalam lingkup pendidikan, penilaian (assessment) mutlak diperlukan. Tanpa penilaian akan terasa sulit bagi guru untuk mengukur standar pemahaman siswa guna menjadi refleksi dalam pengajaran.
Namun, jika melihat dari kacamata keefektifan, maka perlu ada kajian mendalam tentang jenis penilaian yang berguna untuk menentukan tingkat pemahaman dari setiap materi yang diberikan oleh para guru.
Nah, kompleksitas penilaian tidak hanya berpusat pada siswa, guru juga perlu diberi penilaian akan cara mengajar dan kemampuan membuat rubrik penilaian.
Artinya, jika siswa tidak berhasil menjawab soal-soal yang diberikan oleh guru, ini tidak serta merta bisa diasumsikan bahwa siswanya tidak pintar. Bisa jadi, cara mengajar guru menyulitkan siswa untuk paham atau boleh jadi rubrik penilaian yang digunakan tidak tepat.
Apakah ketika siswa tidak mengerjakan tugas yang diberikan guru, lantas siswa dibebaskan PR? Jawabannya, tentu perlu dikaji lebih lanjut.
Esensi Pekerjaan Rumah (PR)
Sebagai pendidik dan peneliti, saya tidak menafikan manfaat PR. Lebih dari itu, permasalahan yang sering muncul bukan pada manfaatnya namun tertitik pada esensinya.
Terkadang, banyak guru yang tidak memahami esensi PR dalam ranah pendidikan. Akibatnya, tidak sedikit guru yang memberikan PR hanya sebagai 'tambahan kerjaan' untuk siswa.
Apa yang terjadi? Siswa menyerahkan PR ke orangtua untuk dikerjakan. Ada orangtua yang tidak mau ribet lalu 'membantu' anaknya dan membiarkan tugas itu menjadi tugas orangtua. Lalu, apa gunanya PR di sini?
Ada dua penyebab kenapa hal ini bisa terjadi, pertama guru yang memberikan PR tidak memahami jenis tugas apa yang wajar diberikan bagi siswa sesuai tingkat kemampuan. Kedua, tugas yang diberikan hanya sebagai formalitas saja tanpa feedback.