Sering orangtua mengeluh tentang kebiasaan anak yang sulit sekali diatur. Ada yang bahkan tidak mampu mengerjakan hal-hal dasar ketika diminta oleh orangtua. Tapi, tahukah orangtua bahwa semua ini terjadi karena kebiasaan orangtua yang tidak tepat.
Otak manusia tercipta dalam keadaan "kosong". Kebiasaan yang sering dipertontonkan akan menjadi informasi primer bagi otak. Saat kecil seorang anak menyerap informasi secara visual lebih banyak. Artinya, sesuatu yang sering terlihat akan condong menjadi data primer yang direkam otak.
Pengalaman harian yang dilihat anak akan tersimpan dibagian cortex, bagian yang terletak tepat dibawah lapisan tengkorak atas. Segala informasi yang dilihat akan secara otomatis terekam dibagian ini, terlepas dari baik dan buruk. Disinilah peran orangtua untuk mempertontonkan hal-hal baik bagi anak.
Saat orangtua berlaku buruk didepan anak, maka secara otomatis akan masuk ke otak anak. Informasi ini akan menjadi data yang nanti akan digunakan anak untuk "membenarkan" sesuatu yang salah saat menjelang remaja. Inilah penyebab awal kenapa seseorang akan sulit sekali diatur. Semua bermula dari "database" otak yang menyimpan sumber yang salah.
Sebagai bahan ilustrasi, saat orangtua berbicara dengan nada tinggi kepada pasangannya, menyuruh anak secara membentak, membiarkan rumah kotor, membiarkan cucian menumpuk, terbiasa bangun telat, dll.
Semua ini diserap anak secara visual setiap hari. Semakin sering seorang anak menyaksikan hal-hal seperti ini maka semakin kuat memori yang disimpan.
Bagi anak, data yang mereka simpan dianggap hal wajar. Sehingga, dalam sistem kerja otak anak, rumah yang kotor, baju yang menumpuk, berbicara dengan nada tinggi dianggap benar.
Ketika orangtua menyuruh anak membersihkan rumah atau berbicara lembut maka ini bertentangan dengan "database" yang ada di otak anak. Akhirnya, anak tidak akan melalukan yang diminta atau melakukannya hanya sebagai simbol saja.
Disini orangtua perlu memahami bahwa cara kerja otak berbeda mengikuti fase umur. Fase awal 1-10 tahun adalah masa di mana anak menyerap informasi secara subconcious atau tanpa sadar.
Fase ini tidak mengandalkan filter, layaknya air keruh yang masuk ke sebuah wadah tanpa disaring. Fase kedua saat anak mulai beranjak dewasa, informasi yang sudah masuk keotak akan mulai difilter, namun fungsi filter sangat tergantung pada apa yang sudah terekam.
Singkatnya, jika seorang anak condong menyerap hal buruk maka fungsi filter akan buruk, begitu juga sebaliknya. Inilah mengapa seorang anak yang sering melihat hal baik akan sangat mudah diatur, sedangkan anak yang tumbuh dalam keluarga dengan kebiasaan buruk akan sangat sulit diatur.