Suatu pagi saya menghabiskan waktu bersama teman untuk membahas dilema pendidikan di Indonesia. Perbincangan kami mengarah ke akar masalah pengangguran dan minimnya ahli di berbagai bidang keilmuan.
Salah satu faktor munculnya pengangguran berawal dari krisis konselor di tingkat remaja sekolah menengah. Yang saya maksud konselor di sini adalah individu yang benar-benar berfungsi sebagai tempat curhat bagi siswa dan membimbing siswa mendapati solusi terhadap permasalahannya.
Mari kita lihat secara dekat bagaimana peran konselor di sekolah.
Masa usia sekolah menengah adalah masa transisi remaja menuju kampus. Di sini siswa harus sudah mendapati informasi tentang keahlian apa yang akan mereka geluti kelak setelah sekolah selesai. Tentu saja tanpa bimbingan siswa akan mengalami masalah serius dalam menentukan pilihan jurusan di kampus.
Nah, di sinilah awal mulanya permasalahan muncul yang nantinya menyebabkan pengangguran. Banyak siswa bahkan mayoritas siswa sekolah mengalami kebingungan untuk memilih jurusan saat hendak kuliah.
Lemahnya fungsi konselor di sekolah membuat siswa condong memilih jurusan karena kemauan orangtua, ikut-ikutan teman, dan memilih sesuai tuntutan masyarakat (jurusan yang punya nilai jual).
Alhasil, realita di lapangan kita melihat banyak sekali siswa sekolah yang "gagal" menentukan masa depan karena faktor salah pilih jurusan. Ini adalah musibah terbesar yang menyebabkan rusaknya generasi.
Kenapa hari ini kita kekurangan pakar yang memiliki keahlian khusus? Jawabannya karena di masa sekolah siswa tidak mendapatkan bimbingan menentukan minat/bakat.
Sadar atau tidak, umumnya sekolah hanya fokus pada proses transfer ilmu dan mengabaikan fungsi konselor. Hakikatnya, konselor tidak hanya menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan siswa yang 'bermasalah', namun juga memiliki peran sebagai pembimbing/penasehat minat siswa.
Lalu, apa hubungan dengan pengangguran?