Pagi ini saya mengawali hari dengan segelas kopi di sebuah warkop(warung kopi). Ketika hendak pulang, saya berjumpa dengan sahabat ayah saya yang tinggal di desa sama.
Tanpa diduga pertemuan ini membawa kami ke sebuah tema unik, hilangnya area Persawahan di kebanyakan pinggiran kota di Aceh. Setelah Tsunami laju pertumbuhan penduduk di Aceh terlihat meningkat. Hal ini membuat lahan yang dulunya tidak berharga kini dibuka menjadi komplek perumahan yang menghadirkan suasana pinggiran kota.
Bagi sebagian pendatang yang bekerja di perkotaan, memiliki rumah pribadi menjadi impian. Daripada harus mengontrak dengan biaya relatif tinggi, banyak pasangan muda yang memilih kredit atau membeli langsung kontan rumah-rumah sederhana ini. Selain harganya terjangkau, kawasan perumahan pun tidak terlalu jauh dari area kerja dan fasilitas umum lainnya.
Sayangnya, seiring meningkatnya permintaan rumah, lahan yang dulunya merupakan area persawahan kini disulap menjadi komplek perumahan. Para developer bekerjasama dengan pemilik sawah dengan sistem bagi hasil, jika rumah yang dibangun sekitar 8 rumah maka pemilik tanah berhak mendapat jatah 2-3 rumah, sisanya menjadi milik developer.
Para pemilik tanah bisa dengan mudah melepas tanahnya dan dalam sekejap area Persawahan berubah menjadi komplek perumahan. Awalnya hanya beberapa rumah, kemudian terus berkembang menjadi puluhan rumah dan saat ini bahkan meningkat mendekati angka ratusan.
Apa yang terjadi kemudian?
Sisa tanah di area komplek perumahan tidak lagi sesubur dulu. Ketersediaan air menjadi permasalahan besar bagi para petani yang masih mempertahankan. tanah mereka untuk menanam padi.
Akhirnya, walau mereka masih bisa menyemai bibit padi, saat padi mulai tumbuh airpun menghilang. Petani hanya bisa berharap datangnya hujan karena area persawahan ini tanpa fasilitas irigasi. Dulunya ketersedian air masih normal sebelum dibangun perumahan, kini struktur tanah berubah dan kemampuan tanah menyukai air kian melemah.
Lemahnya peran pemerintah dalam mempertahankan area persawahan
Hilangnya area Persawahan tidak terlepas dari lemahnya kebijakan pemerintah setempat. Seandainya pemerintah memiliki perencanaan jangka panjang, tentu hal ini bisa dominimalisir.