Lihat ke Halaman Asli

Masyitha Salsabila

Undergraduate Law Student

Superhero Juga Manusia

Diperbarui: 23 Agustus 2021   19:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

                                                                       (sumber foto: https://ew.com/tv/every-marvel-tv-show-disney-plus/)

Sebagai salah satu anak yang sering dipanggil geeks atau "kutubuku" dalam hal seputar pahlawan super, sudah lebih dua dekade saya habiskan waktu saya berjam-jam menatap layar menonton series superhero-superhero yang ada. Tanpa mengkotak-kotakan diri sebagai #teammarvel atau #teamdc saya tetap menikmati kedua karya yang mereka suguhkan. 

Sejak awal tahun Marvel sudah mengeluarkan series WandaVision di platform Disney+, bercerita tentang kehidupan Wanda Maximoff yang mengalami depresi akibat ditinggal kekasihnya Vision. 

Sebelumnya, saya bukan termasuk penikmat series Marvel. Saya lebih menyukai cerita superhero-superhero yang diangkat oleh DC, yang bekerja sama dengan CW. Mulai dari The Arrow, The Flash, Legends of Tomorrow, hingga Supergirl tidak pernah absen saya ikuti tiap episodenya. 

Berbeda dengan series-series DC yang telah lebih dahulu terkenal dikalangan geeks dengan seasonnya yang tidak habis-habis, nampaknya Marvel berusaha mengejar ketertinggalan tersebut. Sebab, bagi saya mungkin Marvel menang dari segi Film layar lebar dengan franchise Avengersnya, tapi untuk segi Film serial DC tetap lebih unggul. 

Hal ini, terlepas Marvel juga sudah lebih dulu punya series seperti Agents of Shield, Inhumans, dan Daredevil namun DC tetap memperoleh rating lebih besar untuk series-seriesnya.

Saya sangat menikmati tiap detik dalam sembilan episode Wandavision. Dikemas dengan tajuk sitcom yang berlatar dari tahun 50'an hingga masa sekarang, series WandaVision benar-benar menjadi pembuka yang sangat segar untuk mengawali Marvel series di Disney+. Series ini sungguh dikemas dengan cantik, mulai dari intro pembuka yang selalu berbeda, musik dan pakaian yang dikenakan para pemain membuat kita ikut merasakan hidup di tahun 50'an-80'an. 

Belum lagi membicarakan acting Elizabeth Olsen yang tidak perlu dipertanyakan, dan yang paling menarik adalah dari segi cinematoghraphy-nya. Masuk ke episode 5 yang ada di benak saya ialah "this series deserves to be in theatre" ya, film ini sangat layak untuk ditampilkan di bioskop. 

Terlepas dari semua itu, Marvel dapat menyusul ketertinggalannya terhadap DC dalam hal ketenaran seriesnya sebab universe yang diceritakan dalam series-seriesnya merupakan semesta/bumi yang sama dengan yang ada di film layar lebarnya, atau yang sering disebut Marvel Cinematic Universe (MCU). 

Hal ini tentunya berbeda dengan semesta DC yang berbeda antara movie dan seriesnya... seandainya saja DCEU (DC Extended Universe) bisa selaras. Dari segi cerita, kita dapat banyak belajar dari series WandaVision tentang how to cope with grief atau cara mengatasi masa duka. Wanda yang saking depresinya ditinggal Vision hingga "membuat" dunianya sendiri, mengingatkan kita akan esensi let go dan move on. What is grief, if not love persevering?

Selang satu bulan, nampaknya tim Marvel tidak ingin membuat para penontonnya beranjak kemana-mana.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline