Dalam menghadapi tantangan global yang kian kompleks, swasembada energi menjadi strategi utama untuk memastikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Konsep ini menekankan kemampuan negara untuk memenuhi kebutuhan energinya tanpa bergantung signifikan pada impor, namun tetap memastikan keseimbangan nilai ekspor dan impor, untuk menjaga stabilitas pasar.
Menjadi Net Exporter Energi
Indonesia perlu memprioritaskan untuk menjadi net exporter energi, khususnya sumber daya terbarukan, bersamaan dengan mengurangi secara signifikan ketergantungan pada impor minyak mentah, bahan bakar, dan LPG. Transisi menjadi net exporter energi terbarukan menjadi langkah strategis untuk memperkuat tulang punggung ekonomi sekaligus meningkatkan daya saing global.
Investasi Energi Bersih dan Infrastruktur Modern
Ketergantungan pada energi fosil memiliki risiko besar, termasuk penurunan minat investor global yang kini lebih fokus pada prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG). Investasi pada energi bersih menjadi pondasi dan solusi bagi infrastruktur modern yang lebih berkelanjutan serta menarik minat industri dengan tuntutan emisi karbon rendah.
Diversifikasi Sumber Energi
Indonesia memiliki potensi besar dalam diversifikasi sumber energi, seperti biofuel, hidrogen, dan anomia. Di samping itu, terdapat peluang ekspor yang menjanjikan dari sumber daya seperti kelapa sawit dan limbah pertanian sebagai bahan baku utamanya. Terdapat global demand yang besar terhadap bahan baku berkelanjutan, terutama dari Singapura untuk Sustainable Aviation Fuel (SAF), bioenergi seperti biodiesel dan bioetanol.
Baca juga: Mempercepat Reformasi Ekonomi di Tengah Ketidakpastian Global
Elektrifikasi Ekonomi dan Bauran Energi Rendah Karbon
Elektrifikasi ekonomi menjadi kunci dalam transisi energi. Negara-negara maju telah mempercepat elektrifikasi dengan target 60-70% bauran energi rendah karbon. Saat ini beberapa negara maju seperti Cina, Uni Eropa, dan Amerika Serikat telah memiliki bauran energi masing-masing sebesar 28%, 23%, dan 21%. Sedangkan Indonesia stagnan di angka 15-16%. Transformasi ini harus menjadi prioritas untuk meningkatkan efisiensi energi dan mengurangi emisi secara bertahap.