Lihat ke Halaman Asli

Masyita Crystallin

TERVERIFIKASI

Ekonom Senior dan Pakar Ekonomi Hijau

Mempercepat Reformasi Ekonomi di Tengah Ketidakpastian Global

Diperbarui: 18 Desember 2024   10:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Peta Dunia Digital (Sumber: Freepik/ mikekozelko)

Tekanan global semakin besar dengan hadirnya kebijakan proteksionisme Donald Trump sebagai Presiden baru Amerika Serikat dan situasi perang dagang antara Uni Eropa-China di sektor kendaraan listrik.

Situasi ini menjadi tantangan bagi perdagangan dunia dan mempengaruhi pasar ekspor Indonesia, terutama ke Amerika Serikat sebagai mitra dagang utama.

Proyeksi Bank Dunia juga menunjukkan stagnasi ekonomi di negara maju dan berkembang pada tahun 2024, dengan pertumbuhan global yang diprediksi tetap rendah sehingga perlu adanya strategi reformasi domestik untuk memastikan ketahanan ekonomi nasional.

Reformasi Struktural dan Pertumbuhan Berkelanjutan

Ketidakpastian global mendorong Indonesia untuk melakukan reformasi struktural dengan segera. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045, strategi hijau menjadi prioritas untuk diterapkan seperti efisiensi energi, pengembangan transportasi ramah lingkungan, dan penerapan ekonomi sirkular.

Bank Indonesia menjaga stabilitas ekonomi dengan mempertahankan suku bunga acuan di level 6%. Namun daya beli masyarakat yang semakin melemah akibat inflasi perlu mendapatkan perhatian khusus oleh pemerintah agar pertumbuhan ekonomi tetap inklusif.

Nilai tukar mata uang dunia bergerak dalam ruang terbatas, Indonesia perlu mewaspadai penurunan nilai tukar rupiah pada beberapa minggu terakhir.

Pelemahan Rupiah dapat mempengaruhi kelangsungan surplus neraca modal dan finansial Indonesia. Penguatan dolar AS terhadap Rupiah sejak akhir September mendekati level pada Agustus lalu, hingga hari ini telah berada di kisaran Rp 16.000 per USD.

Kenaikan arus modal masuk dinilai belum cukup untuk mempengaruhi kondisi negatif dari ekonomi global. Arus modal masuk pada Q3 2024 mengalami kenaikan 39% dari kuartal sebelumnya mencapai USD 7,4 miliar, sebagian besar arus modal masuk berasal dari ekuitas hampir mencapai 100%, sementara utang hanya menyumbang USD 49 juta. 

Meski demikian, menjaga stabilitas modal dan finansial tetap penting, terutama di tengah keputusan Bank Indonesia yang mempertahankan suku bunga di 6%, serta ekspektasi pasar terhadap langkah The Fed.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline