Lihat ke Halaman Asli

Masyita Noor Vicary

Mahasiswi S1 Kedokteran Hewan Universitas Airlangga

Bias Masyarakat dan Body Shaming

Diperbarui: 7 Juli 2022   15:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kecantikan adalah basis dari masyarakat. Walau hanya merupakan unsur estetika, kecantikan dapat membangun dan menjatuhkan suatu individu, maupun kumpulan orang yang terstruktur. Namun, apakah kecantikan itu jika tidak melibatkan tubuh yang ideal? Memiliki tubuh dengan berat normal merupakan unsur utama dalam dianggap cantik oleh standar sosial.

Hal tersebut sering diungkit karena menyangkut kesehatan jasmani. Karena, memiliki berat badan diatas normal dapat memberikan banyak penyakit dan bukan cara yang sehat ataupun normal dalam menjalani hidup. Bahkan sejak umur kita masih di antara digit tunggal, orang dewasa di sekitar kita selalu mengingatkan akan betapa pentingnya menjaga berat badan untuk tidak menjulang diatas sewajarnya.

Mungkin juga, menurunkan angka tersebut agar dapat hidup seperti orang-orang normal. Sayangnya, kebanyakan dari mereka tidak mengatakan hal yang sebenarnya. Kebanyakan dari mereka akan meneriakkan klaim bahwa menjalani diet tertentu dan menurunkan berat badan akan memberikan benefit kesehatan dan fokus pada kesehatan belaka. Nyatanya, dibanding kesehatan dan angka, mereka lebih peduli dengan bagaimana tubuh tersebut terlihat. Lebih kecil, lebih kecil, dan lebih kecil lagi.

Masyarakat memiliki obsesi tidak sehat dengan tubuh kecil dan bohai. Hal itu mengungkit isu lain, fat shaming. Fat shaming adalah tingkah laku merundung, melakukan kekasaran atau diskriminasi terhadap orang-orang yang memiliki tubuh lebih gemuk. Berkali-kali terjadi kasus dimana figur publik maupun masyarakat biasa yang akan membicarakan orang lain bahkan mengambil gambar orang-orang gemuk untuk dipajang di media sosial. Di kebanyakan kasus, mereka tidak mengenali satupun orang-orang tersebut.

Kebiasaan orang-orang untuk memandang mereka yang tidak memiliki tubuh ideal sudah tertanam dan mendarah daging diantara standar sosial. Mempromosikan hidup sehat dengan memakan makanan bergizi, melakukan olahraga berkala dan tida terlalu sering menggunakan elektronik adalah hal yang penting dan positif untuk dilakukan. Justru,  mengejek tubuh mereka yang terbilang gemuk hanya karena mereka tidak terlihat menarik dengan berkedok mempromosikan kesehatan, hanya merupakan alasan untuk melakukan kekerasan verbal.

Tidak cukup dari masyarakat awam, banyak sekali tenaga kesehatan yang memiliki bias terhadap berat badan dan bentuk tubuh. Tidak sedikit dari mereka yang gemuk ditolak dari pemeriksaan lebih lanjut dikarenakan klaim dokter akan seluruh keluhan pasien yang berakar dari obesitas.

Lebih dari tiga dari lima orang dewasa pengidap obesitas mengalami bias berat badan dari ahli kesehatan, menurut Obesity Canada. Semakin orang-orang diekspos dengan bias berat badan dan diskriminasi, kemungkinannya akan lebih besar bagi berat badan mereka untuk bertambah dan mengidap obesitas, bahkan jika pada awalnya mereka tidak gemuk. Mereka juga lebih mungkin untuk meninggal dengan sebab kasus apa saja, tidak mempedulikan Body Mass Index (BMI) mereka (Canadian Medical Association Journal Vol. 191 Issue 23).

Perilaku buruk diskriminatif seperti ini tidak bisa kita dukung lebih lanjut di dalam masyarakat. Mengglamorisasikan tubuh yang hanya terlihat ideal, namun tidak dengan kesehatan yang sesungguhnya. Sesungguhnya kita tidak mengetahui gaya hidup setiap orang. Banyak sekali orang yang memiliki gaya hidup yang sangat buruk, namun malah memiliki bentuk tubuh yang tidak gemuk. Mempromosikan hidup sehat adalah hal baik, mengejek mereka yang tidak terlihat sehat malah sebaliknya. Karena seperti kata pepatah, 'don't judge a book by its cover'

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline