Lihat ke Halaman Asli

wesiyadi

support engineer

Setelah Koran dan Radio, Televisi Mulai Kehilangan Pengiklan

Diperbarui: 9 Maret 2016   11:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="www.maswes.com"][/caption]Perkembangan zaman (baca: perkembangan teknologi) pada akhir akan merubah bentuk industri maupun bisnis global. Bagaimana sebuah penemuan mesin uap oleh James Watt mampu merubah bentuk industri pada zamannya.

Perubahan inipun terus terjadi hingga saat ini. Ketika menjelang akhir tahun 80-an di Indonesia, era media televisi swasta masih tumbuh sebagai balita (walaupun penuh dengan kontrversi). Tahun-tahun berikutnya trend media cetak (koran) maupun radio yang sedang berjaya bergeser ke media baru, televisi. Benar saja, koran dan radio yang dianggap sebagai media informasi dan hiburan mulai tersisih dalam menjaring pengiklan yang merupakan salahsatu bahan bakar oktan tinggi media.

Era pertengahan 90-an, sayapun tertarik bekerja di perusahaan televisi swasta. Trend bisnis pada akhirnya memang telah berpihak pada media yang satu ini. Ketika pertumbuhan teknologi internet dan mobile begitu tinggi dan telah menjadi sebuah kebutuhan. Apakah teknologi ini akan mengikis industri televisi? Sesuatu yang tidak pernah saya sadari bahwa ponsel yang saya genggam berdampak turunnya kejayaan industri televisi.

Saya mulai berpikir apakah industri televisi akan meredup di tahun-tahun berikutnya, seperti radio dan koran.

Riset akhir tahun 2015 oleh Adstensity terkait periklan media merilis temuan bahwa jumlah telah terjadi penuruan total belanja iklan TV jika dibandingkan tahun lalu. Tahun 2014 merupakan puncak pembiayaan iklan TV hingga Rp 99 trilyun. Walaupun diisukan penurunan ekonimi dunia, selama tahun 2015 total pendapatan iklan televisi nasional tidak lebih dari 66 persen dari tahun lalu atau hanya bertengger pada kisaran angka Rp 71,4 trilyun.

Disela-sela acara ICON 2016 lalu Menkominfo mengatkan bahwa televisi telah menjadi media tradisional dan akan menjadi kandidat sunset industry. Layaknya radio dan koran yang ceruk iklannya diserobot oleh televisi beberapa dekade lalu. Sekarang berbalik pada televisi mulai kehilangan pengiklan. Riset diatas tampaknya tidak main-main, PPPI malah mencatat transaksi iklan hanya menyentuh 62,9%. Sebuah survey yang cukup mengkhawatirkan bagi media televisi.

Dominasi industri televisi tradisional mulai kehilangan momentum untuk menarik pengiklan lebih banyak. Internet telah merubah kebiasaan penonton atau konsumen yang mendapatkan informasi maupun hiburan yang lebih menarik yakni interaktif dan mobile. Kemampuan yang tidak dapat dilakukan oleh televisi. Konsumen yang menginginkan fitur interaktif dan mobile secara perlahan mulai mengurangi jam tontonan televisi dan beralih pada perangkat yang mampu memberikan media hiburan membawa dimensi baru seperti smartphone, tablet, komputer. Fitur interaktif hanya dapat ditemukan pada konten online, game, media sosial dan lainnya yang terkait dengan internet.

Menkominfo juga memprediksi dalam beberapa tahun ke depan di Indonesia , industri mobile ads terus tumbuh pesat sejalan dengan meningkatnya kualitas sambungan internet. Angka penjualan smartphone yang diramalkan meningkat hingga 30 persen juga menjadi faktor utama penurunan pendapatan iklan di televisi.

Berikutnya. Setelah radio dan koran, maka televisi pun segera ditinggalkan pengiklan. Bukan sebuah karma, tetapi zaman bergulir begitu cepat. Mungkin sudah saatnya, saya harus bersiap untuk mengosongkan meja kerja beralih ke media baru yang lebih menarik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline