Lihat ke Halaman Asli

Tanah Warisan

Diperbarui: 7 Mei 2023   20:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi Pribadi

Siang itu aku sengaja mampir ke rumah emak. Selain karena rindu sejak sebulan tak bertemu, aku bermaksud memberikan ubi bakar ke pada emak. Ubi yang kubeli di pinggir jalan. Tiba di halaman, kulihat pintu rumah emak tertutup rapat. Mungkin emak sedang istirahat. Saat itu, sudah menunjukkan pukul setengah dua siang. Di halaman, kurasakan sinar sang surya menyengat raga. Tidak ada anak-anak yang bermain seperti dulu, sewaktu aku masih belia. Suasana sangat sepi. Hanya sesekali terdengar suara burung prenjak yang bersembunyi di balik dedaunan.

Kulepas jaket dan sepatu. Perlahan kumerapat ke pintu. Sambil kulihat sekeliling, mungkin emak ada di sekitar rumah.

"Assalamu'alaikum, Mak....," ucapku setelah tiga kali kuketuk pintu.

Beberapa menit masih tetap sepi. Namun setelah aku mencoba berbalik arah, terdengar suara sandal bergerak mendekat ke arahku. Aku lega. Pasti emak yang akan membuka pintu untukku.

"Asih, sudah lama?" tanya Emak.

"Alhamdulillah, Mak. Lumayan," jawabku sambil menyalami tangan emak yang dingin.

"Emak sakit?" tanyaku sambil menatap Emak lekat.

Emak menggeleng. Rambutnya yang kian memutih tak terlalu rapi. Ditariknya tanganku, hingga kami berdua duduk merapat di pinggir dipan, dekat ruang tamu.

"Kenapa, Mak? Emak sakit?"

Kuulangi lagi pertanyaanku sambil memijit-mijit jemari emak yang dingin. Kupegang telapak tangan emak yang terbalut kulit keriput. Kini emak terlihat lebih kurus dari pada sebulan yang lalu.

Kami terdiam beberapa saat hingga emak membuka suara. Emak bercerita tentang beberapa tamu yang datang ke rumah, selama seminggu ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline