Ratusan tahun yang lalu tersebutlah seorang pemuda bernama Jompong Suar wajahnya tampan tubuhnya kekar berisi walaupun umurnya baru menginjak lima belas tahun. Dari penuturan orang, keluarga Jompong Suar adalah keluarga pendatang. Mereka bukan asli dari desa itu. Ayahnya bernama Pandelala dan ibunya dipanggil orang Dendelawi. Dahulunya mereka hanya sekedar mengungsi akibat terusur dari tempat asalnya.
Jompong Suar tiada beradik kakak. Ia adalah anak tunggal. Tidak mengeherankan kalau ia menjadi anak yang manja. Permintaanya kerap dikabulakan hampir tidak pernah ditolak. Kepadanya harapan masa depan orangtuanya ditumpahkan. Namun pada diri Jompang Suar terdapat watak yang kurang baik. Ibarat kata pepatah, tiada gading yang tak retak. Ia suka sekali mengganggu anak - anak di dasarnya. Tak jarang menampar dan memukuli anak - anak seumurnya. Kelakuannya tidak saja mengusik tetapi bahkan merampas dan menjarah sesuatu yang bukan miliknya sering pula dilakukan. Akibatnya teman sebabnya menyingkir dan menjauhinya.
Tentang kelakuan Jompong Suar yang tidak baik itu telah banyak diberitahukan orang kepada ayahnya. Tetapi ayahnya tak pernah mengindahkan. Pandelala malah mengelak tuduhan itu dan selalu membela Jompong Suar.
Ketua adat di desa itu mencela sikap Pandelala. Tentang itu mereka semua berujar.
“Pandelala adalah sosok orangtua yang tidak bijaksana, sikap yang harus dihilangkan pada setiap orang. Membela yang salah pada gilirannya kebatilan bertambah subur. Kebenaran semakin luntur. Benar dan salah saling membentur Keadilan makin terkubur, hati nurani menjadi hancur. Sikap itu harus dihentikan”. Demikian tekad mereka.