T
he happiest people in the world are not those who have no problems, but those who learn to live with things that are less than perfect.
Kita mengenal Superman dengan kemampuan supernya: otot kawat tulang besi, mata sinar X, tiupan badai, dan kemampuan terbang bahkan sampai keluar angkasa. Tak terkalahkan dengan senjata apapun, tokoh rekaan Jerry Siegel dan Joe Shuster (1932) ini mewakili impian kita akan manusia sempurna. Namun superioritasnya pun kalah dengan sebongkah batu. Ketika ia seharusnya menang, batu itu selalu saja muncul dan menimbulkan masalah. Manusia super kalah dari sebongkah batu adalah sebuah ironi. Sesuatu yang memalukan bagi seorang hero pujaan. Tapi bukankah batu kryptonite itu, dengan masalah-masalah yang ditimbulkannya, membuat kisah Superman menjadi menarik? Milyaran buku komik Superman telah dicetak. Belum termasuk filmnya yang laris ditonton di berbagai negara. Kisah Superman menciptakan kesenangan bagi setidaknya tiga generasi bahkan mungkin hingga akhir masa. Dalam kehidupan sehari-hari kita menjumpai batu kryptonite itu. Kita selalu menginginkan hidup tanpa masalah, namun kenyataannya masalah datang silih berganti dari berbagai penjuru. Ketika lega telah menyelesaikan masalah dalam pekerjaan, di rumah kita menghadapi masalah keluarga. Demikian sebaliknya dan seterusnya. Adakah suatu saat dan tempat di muka bumi ini yang bebas masalah? Dalam lingkungan bekerja saja, lanskap pemikiran bisnis saat ini mengajarkan satu jargon: perubahan (change). Organisasi harus melakukan perubahan terus-menerus, dan jangan biarkan orang di dalamnya berada dalam zona kenyamanan (comfort zone). Kemapanan adalah musuh bersama, Good is the enemy of Great. Anthony Robbin menegaskan bahwa perubahan harus diciptakan. Perubahan harus diagendakan dalam setiap buku kerja para pemimpin bisnis, bahkan perubahan dilakukan sampai dengan cara recoding struktur DNA organisasi. Bukankah perubahan menciptakan masalah? Dan perubahan terus-menerus artinya masalah terus-menerus. Please dong ah! Jadi, bagi anda yang sedang melarikan diri dan mencoba bersembunyi dari masalah, menyerahlah. Anda sudah terkepung! Berputarlah balik dan hadapilah kenyataan. Kenyataan adanya masalah yang bahkan diciptakan itu, bukanlah antitesis bagi optimisme dan musuh bagi alumni kelas motivasi. Zig Ziglar mengatakan, optimisme yang sesungguhnya adalah menyadari masalah serta mengenali pemecahannya. Mengetahui kesulitan dan yakin bahwa kesulitan itu dapat diatasi. Melihat yang negatif tapi menekankan yang positif. Masalah terjadi karena suatu alasan. George Mathew Adams mengingatkan bahwa setiap masalah memperkenalkan kita pada diri sendiri. Ini menunjukkan bagaimana kita berpikir dan apa yang menyusun diri kita. Masalah membawa kita mengenali batas-batas sekaligus menemukan potensi-potensi baru. Hidup adalah penderitaan (dukka) kata Siddarta Gautama. Orang akan melaluinya dengan tanha, melepaskan keinginan. Titik belajar adalah saat menghadapi masalah-masalah itu. Bagi Viktor Frankl, itu berarti melepaskan keinginan bunuh diri yang menggodanya ketika menjadi tawanan dalam kamp konsentrasi Nazi yang kejam, dan belajar menemukan makna hidup. Pencapaian kebahagiaan tertinggi menurutnya bukan dalam keberhasilan (mengatasi masalah), tetapi keberanian menghadapi kenyataan dan menemukan makna hidup darinya. Kita bahkan dapat mengalami berbagai masalah sekaligus, sehingga ungkapan itu bisa diperpanjang menjadi "sudah jatuh tertimpa tangga, terantuk paku, dan tersiram cat pula". Kita ingin suatu masalah cepat selesai dan mengantisipasinya agar tidak muncul masalah baru. Ini seperti kisah murid Zen yang setiap pagi ditugaskan membersihkan halaman biara. Kesal dengan daun-daun yang terus berguguran, suatu pagi ia ingin mendahuluinya dengan menggoyang pohon-pohon yang ada agar daunnya gugur lalu ia membersihkannya. Berharap tidak perlu menyapu lagi, esok harinya ia mendapati masih banyak daun yang berserakan. Seorang guru kehidupan mendekatinya dan mengatakan bahwa tidak peduli betapa keras kerja sang murid hari ini, daun-daun tetap akan berguguran esok hari. Orang yang paling berbahagia di dunia ini bukanlah orang yang tidak mempunyai masalah, tetapi orang yang belajar untuk hidup dengan hal-hal yang tidak sempurna. Karena itu, cara yang bijak adalah belajar hidup berdampingan dengan ketidaksempurnaan, berdamai dengan segala masalah. [caption id="attachment_79710" align="alignright" width="167" caption="Menghadapi masalah, itu seperti menari dalam hujan. NikmatilahLife is not about waiting for the storm to pass. It is about learning to dance in the rain. Kehidupan tidak perlu menunggu badai berlalu. Sesungguhnya masalah yang menghampiri adalah ajakan untuk menari. Kendati tak pandai menari, kita adalah penguasa gerak. Apapun kelak hasil tariannya, kembangkanlah gerak. Dan biarkan rintik hujan menjadi musiknya."]
[/caption] Seperti cerita Zen di atas, kita tidak dapat menyelesaikan semua masalah dalam satu waktu. Ketika kita berharap semua masalah akan hilang dengan satu sapuan, esok daun-daun akan kembali berguguran. Ketika kita bahkan memotong seluruh pohon, esok akan tumbuh tunas-tunas baru yang mendatangkan daun-daun baru. Karena itu Pierre Corneille sampai pada kesimpulan: laksanakan kewajiban anda sebaik-baiknya, selebihnya serahkanlah pada Tuhan. Dalam kitab Bagavadgita disebutkan: jangan mengikatkan diri pada hasil. Sementara para sufi menemukan bahwa dalam setiap kejadian, kita selalu berkesempatan melihat sidik-sidik jari Tuhan. Kendati menerbitkan kesedihan, masalah adalah bentuk penghormatan alam pada kemampuan manusia. Hanya orang-orang terpilih yang layak dihormati oleh alam. Kita melihatnya dalam legenda, epos, biografi, film, novel, sampai cerpen. Kehidupan sekolah yang sulit di masa kecil menciptakan masalah bagi banyak orang. Namun bagi pencari makna hidup seperti Andrea Hirata, pengalaman itu memberinya kekayaan jiwa dan jutaan kata-kata untuk dirangkai menjadi cerita indah Laskar Pelangi. Tiada yang lebih mengesankan daripada kisah hidup masa kecil yang diabadikan dalam novel dan film, dan menjadikannya superman bumi bagi diri, keluarga, dan sahabat-sahabatnya. Kisah dan pesan para bijak memberi penghiburan bagi kita, bahwa ketika kita mengalami masa-masa sulit dengan masalah, kita perlu mengingat bahwa hidup adalah sebuah perjalanan panjang. Kita tidak perlu menyesali apa yang telah terjadi dalam kehidupan. Ketika kita jatuh, itu berarti kita mempelajari sesuatu yang berharga dalam kehidupan. Kita mungkin terluka, namun waktu akan menyembuhkannya. Hidup adalah soal keberanian, kata Soe Hok Gie. Maka terimalah dan hadapilah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H