Lihat ke Halaman Asli

Darimana Datangnya Cinta?

Diperbarui: 26 Juni 2015   10:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

12916200081038102046

Semua ini pasti akan musnah

Tetapi tidak cintaku padamu

- Pangeran Cinta, Dewa 19 -

Sebuah tendangan salto, dan Ronaldinho mencetak gol indah. Pemain klub Barcelona ini menjadi sedikit dari pesepakbola yang bisa mencetak gol dengan cara itu. Ia mengatakan bahwa itulah impian masa kecilnya yang menjadi kenyataan.

Seperti umumnya pemain asal Brazil, karir Ronaldinho dimulai dari futsal dan sepakbola pantai, masuk klub lokal, talentanya lalu dilirik pencari bakat hingga merumput di Eropa. Nilai transfernya saat dibeli Barcelona (2003) mencapai 18 juta poundsterling, kini ia digaji sekitar Rp 1,97 milyar per minggu,dan menjadi Pemain Terbaik Dunia versi FIFA tahun 2004 dan 2005.

Tiada yang lebih menyenangkan daripada apa yang dilakukan Ronaldinho. Bekerja dan bermain dijadikannya satu. Profesinya adalah apa yang disukainya sejak kecil, dan itu membawanya kepada kesuksesan. Ia adalah perwujudan sempurna kata-kata bijak: Do what you love. Kerjakanlah apa yang anda sukai, maka hasilnya akan luar biasa.

Tidak semua orang seberuntung Ronaldinho. Di tengah sulitnya mencari pekerjaan, terkadang kita harus menerima pekerjaan apa pun yang tersedia. Pekerjaan yang dilakukan belum tentu sesuatu yang disukai atau menjadi cita-cita semula. Love what you do, kata orang bijak lagi. Jika tiada kesempatan melakukan pekerjaan yang disukai, maka cintailah pekerjaan kita saat ini. Kerja adalah rasa cinta yang terlihat kata Kahlil Gibran, maka kerjakanlah sesuatu dengan penuh gairah cinta kata Bunda Theresa.

Rasa cinta yang terwujud akan memberi ruh dan jiwa pada pekerjaan yang kita lakukan. Hasil kerja menjadi hidup. Ruh dan jiwa yang melekat itulah yang membuat hasil kerja menjadi berbeda jika dikerjakan oleh orang lain.

Namun cinta tidak selamanya membara. Ada saat kita kehilangan gairah kerja. Ada sesuatu yang diam-diam berusaha mengikis rasa cinta kita terhadap pekerjaan atau profesi yang kita jalani. Bagaimana memelihara api cinta agar terus menyala?

Di saat cinta memudar, telusuri kembali apa alasan kita melakukan pekerjaan ini, atau yang akan membuat kita tetap bertahan melakukannya. Kita bekerja sesungguhnya untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Dalam prosesnya, hasil kerja kita bermanfaat memenuhi kebutuhan orang lain.

Sebagian orang bekerja untuk membiayai kebutuhan hidup. Ada juga yang bekerja agar mempunyai banyak teman. Sebagian orang bekerja untuk menunjukan status sosialnya, sebagian yang lain untuk menunjukan kualitas dan kemampuan pribadinya. Tanpa bekerja, bukankah hidup terasa tiada arti?

Bagi spiritual worker, bekerja adalah perwujudan cintanya kepada Tuhan. Jika cinta Tuhan adalah cinta tanpa syarat (unconditional love), maka spiritual worker bekerja dengan cinta tanpa syarat itu, memberi tanpa mengharap kembali: bagai sang surya menyinari dunia. Bila tidak bekerja, bukankah kehilangan kesempatan melayani Tuhan dengan cara melayani sesama?

Ataukah kita berharap orang lain yang akan memelihara cinta kita?

Jim Collins (2004) dalam Good to Great mengatakan bahwa meluangkan waktu dan mencurahkan energi untuk mencoba “memotivasi” orang adalah usaha yang sia-sia. Pertanyaan yang sejati bukanlah “Bagaimana memotivasi orang?”. Bila anda mempunyai orang yang tepat, mereka akan memotivasi diri sendiri.

Kita berharap, Jim Collins dari penelitiannya terhadap ratusan perusahaan besar kelas dunia, akan menyimpulkan bahwa memotivasi orang itu penting, atau bahwa perusahaan-perusahaan hebat adalah perusahaan yang terus menerus meluangkan waktu untuk memelihara motivasi karyawannya. Kita mengharapkan itu, namun ia menyatakan sebaliknya. Sungguh teganya Jim Collins.

Di era postmodernisme sekarang ini, di saat pemikiran besar dan mapan tengah mengalami dekonstruksi dan menjadi serba tentatif, termasuk dalam manajemen SDM, kita harus pandai-pandai mencari cara untuk memelihara motivasi-cinta kita sendiri pada pekerjaan yang ditekuni, dan tidak berharap itu dilakukan oleh orang lain.

“Kita harus menemukan bagaimana caranya agar selalu jatuh cinta pada pekerjaan kita”, ujar Andhara Early, Playmate Indonesia. Nadya Hutagalung, model dan mantan VJ MTV, menambahkan “Jika kita telah memperhitungkan segala sesuatunya, maka kita akan merasa numb, kebal rasa”. Maka mereka menjalani profesi dengan penuh ketekunan dan kekebalan terhadap resiko dan masalah.

Begitulah Ronaldinho, selalu tersenyum saat bertanding. Saat kalah pun ia tersenyum. Ia mempunyai alasan untuk menggerutu, namun ia memilih untuk tersenyum. Barangkali tidak ada orang di dunia ini yang tersenyum sebanyak Ronaldinho. Rasa cinta telah membuat Ronaldinho menikmati setiap serpihan peristiwa yang dialaminya saat bekerja.

Para artis, model, dan olahragawan telah mengajarkan sesuatu, nilai-nilai bekerja, persistent & commitment, rasa cinta pada pekerjaan. Cinta akan tetap utuh jika kita dapat menyetel pikiran agar selalu adaptable dengan lingkungan, sesulit apapun situasinya.

Kehidupan tidak selalu berjalan linier seperti yang kita inginkan. Semua hal bisa saja musnah: situasi tiba-tiba menjadi tak menentu, order berkurang, budget minimalis, tugas bertambah, rencana tidak berjalan mulus, tetapi tidak cinta kita pada pekerjaan, pada profesi yang kita tekuni. Tidak kita biarkan sedikitpun sesuatu di luar diri kita menepis rasa cinta kita itu.

Bagaimana dengan anda, sudahkah menemukan cinta anda hari ini?

(dimuat di HUMAN CAPITAL)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline