Lihat ke Halaman Asli

Mas Teddy

Be Who You Are

Perlukah Menunda Pernikahan dan Kehamilan?

Diperbarui: 17 April 2016   19:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1421453467631868708

“Gimana rasanya? Enak, khan?”

“Ahh ... nyesel aku.”

“Elho, ... kok nyesel. Bukannya seneng jadi pengantin baru?”

“Iya, aku nyesel, kenapa baru sekarang nikah. Kalo tau enak begini, dari dulu aku nikah.”

Ya, ... itulah joke yang sangat populer di kalangan para pengantin baru ketika ditanya soal perasaannya setelah menikah. Bagi pengantin baru memang semua terasa enak dan indah. Bagi pengantin lama bisa jadi sudah tidak enak dan indah lagi, tapi bisa jadi justru lebih enak dan lebih indah. Itulah dinamika rumah tangga.

Menikah dan punya keturunan adalah salah satu fase yang akan dilewati oleh sebagian besar manusia (normal) dalam hidupnya. Namun tingkat kesiapan menghadapi fase tersebut berbeda tiap-tiap individu. Ada yang sudah sangat siap untuk menikah dan punya anak, ada pula yang dengan berbagai macam alasan merasa belum siap dan takut untuk menikah. Ingin fokus ke karir dan pekerjaan, ingin menyelesaikan kuliah, masih ingin menikmati masa lajang dengan kesendiriannya sampai karena belum punya rumah sendiri. Dan bermacam-macam alasan yang lain. Mereka lebih senang nyerempet-nyerempet zina daripada melakukan yang halal.

Namun ada juga yang sudah menikah tapi belum menginginkan anak dengan alasan yang kurang lebih sama, ingin fokus ke karir atau pekerjaan, karena masih tinggal di rumah orang tua atau belum siap punya anak. Dan lain sebagainya. Sudah menikah tapi belum siap punya anak, beradegan ranjang tiap hari tapi belum siap hamil. Aneh juga atau mau enak sendiri ?.

Mas bro dan mbak bro yang merasa belum siap menikah dan belum siap punya anak, berapa usia kalian sekarang? Yakinkah kalian besok pagi masih bisa menghirup udara segar? Yakinkah kalian begitu merasa siap menikah dan punya anak, besok langsung bisa nikah dan hamil? Banyak kasus seorang istri yang menunda kehamilannya, akan susah hamil begitu dia menginginkan anak. Bahkan terkadang sampai harus konsultasi dan terapi segala macam cara dan gaya supaya bisa hamil. Di saat Allah akan memberikan anugerah-Nya kalian malah menolaknya. Giliran kalian menginginkan anugerah-Nya, Allah enggan memberikan. Sayang sekali.

Mungkin apa yang saya alami bisa sedikit memberi sudut pandang yang lain tentang pernikahan dan kehamilan.

Dulu, saya termasuk orang yang sangat siap untuk menikah. Saking siapnya, nama calon anak pun sudah saya siapkan jauh hari sebelum menikah. Kalau punya anak laki namanya AN, kalau anak perempuan namanya NC. Kalau kembar laki namanya AN dan NZ, kalau kembar perempuan namanya NC dan NC. Tapi apa daya calon ibunya tak kunjung berjumpa. Akhirnya nama itu saya simpan rapat-rapat.

Melihat teman-teman sebaya sudah banyak yang menikah dan punya anak, saya pun pasang target. Pokoknya cewek pertama yang mau jadi pacar saya, akan langsung saya ajak nikah. Saya termasuk orang yang tidak romantis sama sekali. Saya tidak mau pacaran model jalan-jalan bareng, nonton bareng dan semacamnya. Saya mau pacaran yang serius. Dan target saya adalah paling lambat umur 30 tahun harus sudah menikah. Rencana punya anak cukup dua. Anak terakhir lahir paling lambat ketika umur saya 36 tahun.

Apa dasar saya menentukan umur tersebut? Begini. Saya menghitung pendidikan anak saya. Saya anggap umur rata-rata tamat pendidikan tingkat sarjana adalah 24 tahun. Jika saya diberi umur panjang dan masa produktif sampai umur 60 tahun (semoga Allah mengabulkan), maka saya kurangi dengan umur anak selesai kuliah, ketemunya umur 36 tahun. Itu target kelahiran anak terakhir. Intinya saya ingin di saat sudah tidak produktif lagi, saya sudah tidak memikirkan biaya sekolah anak saya. Ingin berleha-leha, lèyèh-lèyèh nglaras roso atau kembali main-main dengan hobi. Anak-anak sudah bisa cari uang sendiri. Itu saja.

Bagaimana realisasinya? Akhirnya saya berhasil nikah pada umur 31 tahun, meleset 1 tahun dari rencana. Umur 32 tahun anak pertama lahir, disusul anak kedua lahir ketika umur saya 36 tahun. Pas! Sesuai rencana. Aman. Batin saya.

Saya dan istri pun menjalani kehidupan rumah tangga seperti pasangan yang lain, dengan sepasang anak laki dan perempuan yang sehat. Manusia boleh membuat rencana tapi Allah yang menentukan. Memasuki usia pernikahan yang ke 13, di saat usaha sedang menurun tajam dan uban sudah mulai muncul secara sporadis di kepala, Allah malah memberi kejutan. Istriku positif HL alias hamil lagi. Nah lho !

Kami sempat panik beberapa saat sebelum akhirnya pasrah dengan apa yang dipercayakan Allah kepada kami. Meski sudah memasuki usia yang cukup rawan untuk melahirkan, istri saya bersikukuh untuk melahirkan anak ketiga kami secara normal. Dia sangat yakin bahwa masih sanggup melahirkan secara normal tanpa harus operasi. Setelah berusaha sekuat tenaga, istri saya pun akhirnya menyerah. Akhirnya, anak ketiga saya terlahir sebagai bayi "mahal" karena harus lahir melalui meja operasi. Saya pun langsung membayangkan rencana saya – untuk berleha-leha di masa tua - yang akhirnya berantakan. Saya hitung-hitung jika anak ketiga saya nanti selesai kuliah umur 24 tahun, itu berarti umur saya sudah -atau baru- 69 tahun. OMG ! Anakku, do’akan semoga bapakmu masih sanggup mengemban tanggung jawab di usia senja itu.

Apa hikmah yang bisa dipetik ? Bagi saya pribadi adalah :

· Saya jadi punya keyakinan bahwa saya masih sanggup bekerja sampai usia menjelang senja dan rejeki saya masih terjamin sampai usia itu.

· Ada benarnya juga apa kata salah satu teman saya. Jika suatu saat nanti anak pertama dan kedua saya pergi merantau, kami tidak kesepian karena masih ada si ragil yang menemani kami berdua dan bisa disuruh-suruh ( ini yang penting .... ).

· Akhirnya saya berpikiran mungkin ini cara Allah untuk memuliakan saya di hari tua nanti.

· Setelah kelahiran anak ketiga ini badan istri saya justru kembali singset bin langsing, seperti waktu gadis dulu. Ini terlihat dari baju semasa pengantin baru, yang sebenarnya hampir saja dihibahkan, ternyata bisa dipakai lagi. He ... he ... he ....

Jadi, perlukah menunda pernikahan dan kehamilan? Saran saya, jangan pernah menunda pernikahan dan kehamilan !

 

Tips dari saya. Jika Anda menginginkan punya 3 anak, rencanakan jangan sampai selisih usia mereka masing-masing 3 tahun. Sebab jika itu terjadi, Anda mungkin akan kerepotan ketika mereka memasuki usia sekolah. Misalkan si sulung kelas 4 SD, adiknya kelas 1 SD dan si bungsu masih TK/play group. Maka ketika si sulung masuk SMP, adiknya kelas 4 SD, si bungsu masuk kelas 1 SD. Ketika si sulung masuk SMA, adiknya masuk SMP, si bungsu kelas 4 SD. Dan begitu si sulung masuk perguruan tinggi, adiknya masuk SMA dan si bungsu masuk SMP. Jika rejeki Anda pas-pasan, situasi ini akan membuat kepala Anda cênut-cênut.

Saya tulis dalam rangka ulang tahun ke-15 pernikahan dan ulang tahun pertama anak ketiga saya.

Salam bahagia. Semoga bermanfaat.

[caption id="attachment_364783" align="aligncenter" width="300" caption="Bersama permaisuri, pangeran dan putri (dok. pri)"][/caption]

Sumbawa, Januari 2015.

 

Tulisan terkait : Titis ... ! (Khusus Dewasa)

Tulisan sebelumnya :

20 Musik Instrumen Terfavorit Versi Saya

Tulisan berikutnya :

Di Panti Jompo Itu ...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline