Lihat ke Halaman Asli

Facebook: Jangan Jadikan Aku Media Penyaluran Nafsumu

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Beberapa hari yang lalu, tepatnya tanggal 4 Agustus 2011, saya membaca berita yang cukup memprihatinkan tentang kondisi sosial remaja dewasa ini. Berita tersebut berjudul “NIKAH DINI DI GUNUNGKIDUL MELONJAK DIPICU FACEBOOK”. Di sini ada dua istilah yang saling berhubungan, yaitu NIKAH DINI dengan FACEBOOK.

Inti dari berita tersebut adalah Facebook diduga menjadi salah satu pemicu nikah usia dini di Kabupaten Gunung Kidul. Singkat kata, setelah berkenalan mereka melakukan komunikasi intensif menggunakan media Facebook, dan diakhiri dengan kopi darat untuk melakukan perbuatan zina. Tercatat ada 130 pengajuan pernikahan dini pada tahun 2011, padahal tahun 2011 baru bulan Agustus, angka ini mengalami kenaikan 100% dibandingkan dengan tahun 2010. Dari 130 pengajuan pernikahan dini tersebut, rata-rata usianya di bawah 16 tahun untuk yang wanita dan di bawah 19 tahun untuk yang pria.

Dari bukti yang ditemukan tersebut, mengindikasikan ada penyimpangan fungsi penggunaan FaceBook. FaceBook yang awalnya merupakan situs untuk jejaring sosial – membangun silaturahmi – berubah menjadi sarana awal berbuat maksiat, yaitu berbuat Zina oleh oknum manusia tertentu.

Pada bulan puasa ini, patut kiranya kita kritis terhadap kondisi sosial tersebut di atas. Beberapa pertanyaan perlu kiranya kita kemukakan untuk menyikapi kondisi tersebut. Seperti: Bagaimana Islam memandang Facebook? Bagaimana Islam dan Negara memandang pernikahan dini? Serta Apa yang bisa kita lakukan untuk mengurangi efek negatif dari Facebook?.

Bagaimana Islam memandang FaceBook?

Islam sebagai agama yang rahmatal lil alamin, tidak menutup diri dengan kemajuan teknologi, salah satunya fasilitas Internet yang dinamakan FaceBook. Melihat dari fungsi Facebook yang salah satunya adalah untuk silaturahmi, maka ini sejalan dengan ayat al-Qur’an pada surat An-Nisa ayat 1:

“ Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”

dan hadits rosulullah SAW:

“waman kana yu”minu billahi walyaumil akhiri falyasil rokhimah”

Yang artinya : “Barang siapa saja yang mengimani allah dan hari akhir maka hendaklah menyambung tali silaturahmi”. (HR Al-Bukhori Dan Muslim).

Dari dalil di atas ini jelas bahwa penggunaan FaceBook sebagai sarana silaturahmi zaman modern tidak bertentangan dengan agama Islam. Orang / oknum yang menyalahgunakan FaceBook lah yang perlu diperbaiki.

Nikah Dini

Yang dimaksud nikah dini adalah pernikahan yang dilakukan oleh pasangan (pria-wanita) di bawah umur yang ditentukan. Sesuai UU Perkawinan, UU No. 1 Tahun 1974 pada bab II pasal 7 ayat 1. Syarat umur yang diperbolehkan menikah adalah berumur 16 tahun bagi putri dan 19 tahun bagi putra. Sedangkan Islam, memaknai pernikahan dini sebagai pernikahan yang dilakukan oleh pasangan (pria-wanita) yang belum baligh.

Dari dua pengertian pernikahan dini di atas jelas terjadi perbedaan memandang batas dalam menentukan pengertian pernikahan dini. Agama Islam mensyaratkan batasan baligh dan negaran menyaratkan batasan umur.

Ini artinya, jika ada pernikahan yang dilakukan oleh pasangan yang berumur di bawah 16 tahun untuk putri dan 19 tahun untuk putra dan sudah baligh (biasanya, anak jaman sekarang umur segitu sudah baligh) dianggap syah oleh agama tetapi tidak syah (melanggar) menurut UU Perkawinan.

Karena kita tidak hidup di negara yang berlandaskan hukum Islam, maka akan lebih baik pernikahan yang dilakukan memenuhi dua hukum yang berlaku. Yaitu hukum Islam dan hukum negara. Jadi secara agama juga syah dan secara negara juga legal.

Bagaimana kalau belum bisa memenuhi ke-dua syarat tersebut, maka layaklah kita baca hadits yang menjawab pertanyaan tersebut :

“Wahai para pemuda, barangsiapa yang telah mampu, hendaknya kawin, sebab kawin itu akan lebih menundukkan pandangan dan akan lebih menjaga kemaluan. Kalau belum mampu, hendaknya berpuasa, sebab puasa akan menjadi perisai bagimu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari hadits di atas dijelaskan bahwa jalan keluar dari keinginan menikah tapi belum memenuhi syarat (agama maupun negara) adalah berpuasa. Dengan berpuasa (yang benar), maka nafsu kita terkendali.

Terkait dengan penyalahgunaan Facebook untuk media awal melakukan zina yang berakhir pada pernikahan dini, maka perlu dilakukan upaya preventif-solutif, baik dari remaja, orang tua, guru/ustadz, masyarakat, maupun pemerintah agar menggunakan teknologi secara positif dan sehat.

Langkah apa yang harus dilakukan untuk menghindari fenomena tersebut ?

Kejadian ini merupakan contoh permasalahan baru yang diakibatkan oleh perkembangan zaman dan juga sekaligus lahan dakwah serta refleksi kita semua, baik sebagai remaja, orang tua, guru/ustadz, masyarakat, maupun pemerintah.

Permasalahan sudah ada, korban juga sudah bermunculan. Jadi langkah yang terbaik untuk menyikapi hal tersebut adalah bersatu padu menyelesaikan masalah ini sesuai dengan kemampuan dan wilayah kerja masing-masing.

Peran Orang Tua

1.Memberi nasihat kepada anaknya akan sisi positif dan negatif suatu teknologi

Memberi nasihat berarti mengetahui. Bagaimana mungkin orang tua akan mengetahui sisi gelap dari Facebook jika si orang tua itu sendiri tidak tahu apa itu Facebook. Maka orang tua sudah selayaknya selalu meng-update pengetahuannya dengan pengetahuan masa kini, sehingga paham potensi masalah yang dihadapi anak zaman sekarang. Maka benar apa yang dikatakan oleh sohabat nabi, Umar Bin Khotob ra “Didiklah anak-anakmu, karena mereka akan hidup pada zaman yang berbeda dengan zamanmu.

2.Berikan anak teknologi yang sesuai dengan azas manfaat dan umurnya

Ini adalah bentuk langkah preventif dari orang tua untuk membatasi akses anak ke Internet dari sisi perangkat keras. Misal. HP. Mengingat HP sekarang menjadi media koneksi ke Facebook yang termudah dan sangat private. Jika membutuhkan HP, karena fungsi dasar HP adalah untuk komunikasi, maka akan lebih baik HP yang sederhana saja, yang cukup memiliki fasilitas standar (SMS dan Telp).

3.Dampingi anak dalam mempelajari dan menggunakan teknologi tersebut.

Fungsinya adalah untuk mengarahkan anak. Misal jika anak sudah membutuhkan Internet, lebih baik membeli peralatan sendiri dan mengakses Internetnya di rumah dengan pengawasan orang tua.

Peran anak/remaja

1.Gunakan teknologi seperlunya saja, sesuai dengan azas manfaat.

2.Jangan terlalu asyik dengan Internet.

Karena jika sudah terlanjur asyik dengan internet, maka penyakit kecanduan internet (Internet Addict) seperti asosial akan menghinggapi. Siakp asosial menjadikan anak/remaja lebih senang menyendiri dengan HP/Komputer yang terkoneksi ke Internet dari pada bersosialisasi (srawung) dengan masyarakat lainnya.

Peran Guru / Ustadz/Kiai dan atau sekolah

1.Memberikan bimbingan/tausyiah penggunaan teknologi Internet secara baik dan sehat

2.Membuat aturan yang meminimalisir terjadinya tindakan penyalahgunaan internet

Peran Masyarakat

Memantau sekaligus berperan sebagai benteng sosial. Misal di dusun itu terjadi hal yang disebutkan di atas, maka warga masyarakat guyub/bersatu padu untuk membina warganya agar bisa kembali baik/tidak terulang lagi.

Peran Pemerintah

1.Membuat aturan yang meminimalisir proses terjadinya penyalahgunaan teknologi Internet. Misal UU Pornogafi, kewajiban mendaftar identitas kalau menggunakan HP.

2.Mengadakan sosialisasi tentang pernikahan dini dan penggunaan teknologi Internet secara sehat, baik kepada anak, Guru/Ustadz, dan orang tua.

Sebagai akhir dari tulisan ini, mari kita merefleksi diri kita masing-masing. Apa yang sudah kita perbuat dengan Internet, apakah hal positif atau negatif. Karena khakikatnya Internet, sebagai salah satu simbol kemajuan teknologi, itu bebas nilai. Kita lah yang memberi warna dari nilai teknologi tersebut, jika internet diisi dengan konten positif maka yang diambil juga positif, tapi jika konten negatif maka yang diambil juga tidak jauh dari hal yang berbau negatif. Wallahu a’lam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline