Wisuda mahasiswa entah yang ke berapa dilaksanakan dengan kemeriahan yang luar biasa. Aku duduk di deretan depan kursi undangan karena aku menjabat sebagai ketua prodi bersama dengan semua pejabat dan dosen fakultas lainnya. Kami merasakan kebahagiaan yang dirasakan mahasiswa yang sudah berjuang belajar selama 4 tahun untuk meraih gelar sarjana.
Satu demi satu acara seremonial selesai dan tibalah acara pemberian penghargaan bagi dosen yang melanjutkan studi. Ada cukup banyak dosen yang mengambil program magister atau S2 karena dosen kala itu minimal harus berpendidikan S2. Aku salah satunya.
Kami diminta berdiri di depan para undangan menghadap pejabat rektorat. Kemudian rektor memberikan ucapan selamat dan selembar map yang ternyata berisi buku tabungan yang nilainya tidak seberapa.
"Selamat mengabdi di kampus ini," ucap Rektor sambil menjabat tanganku.
"Terima kasih," jawabku.
***
Dinamika perguruan tinggi terus bergerak. Setelah mendapatkan nilai Akreditasi B untuk Prodi tempatku mengajar, semua dosen semakin bersemangat melaksanakan tri dharma perguruan tinggi. Mengajar, meneliti, dan mengabdi kepada masyarakat semakin ditingkatkan kualitas dan kuantitasnya. Euforia mendapat nilai baik masih dirasakan semua civitas akademika.
Namun, hal itu tak bertahan lama ketika tiba-tiba rektorat menyampaikan berita bahwa dosen yang merangkap sebagai guru (PNS) harus memilih salah satunya.
"NIDN dan NUPTK bentrok," kata temanku.
"Kalau harus memilih, tentu saja aku memilih melepas dosen," jawabku.
"Ya, tentu saja. Pegawai negeri jelas lebih menjanjikan daripada menjadi dosen swasta di kampus ini," kata temanku.