Menjelang peringatan Hari Guru 2020 tetiba perasaan sentimentil melanda hati. Sebuah pertanyaan menyelusup dalam hati. Benarkah saya sudah menjadi seorang guru ?
Mengawali mengajar pada tahun 1996 berarti sudah 24 tahun lebih saya berkecimpung di dunia pendidikan. Hampir separoh umur. Bahkan kalau ditambah masa sekolah dan kuliah artinya 3/4 usia saya berkutat di lingkungan pendidikan.
Rentang waktu mengajar yang cukup panjang, saya masih sering bingung kalau ada pertanyaan: menjadi guru sebagai cita-cita atau sekedar nyasar ?
Sejujurnya sebagai anak kampung boleh dibilang saya tidak berani bercita-cita. Bagi yang kenal daerah Gunungkidul di tahun 70 sampai 80an, mungkin akan maklum dengan apa yang barusan saya bilang. Tidak punya cita-cita !
Tapi dari jalur pendidikan yang saya tempuh jelas mempersiapkan diri saya menjadi seorang guru setelah lulus kuliah. Saya barangkali termasuk orang yang beruntung dapat mengenyam pendidikan guru di kampus yang berkategori sangat baik, IKIP Yogyakarta.
Dengan dua paragraf di atas semoga bisa membantu menjawab pertanyaan tersebut, saya sebagai guru apakah panggilan jiwa atau sekedar pelarian belaka.
Guru, Patut Digugu dan Ditiru
Idealnya guru itu patut digugu dan ditiru. Untuk bisa digugu (dipercaya) seorang guru harusnya mengajarkan ilmu pengetahuan yang sejati. Sedangkan untuk bisa ditiru (dicontoh) seorang guru haruslah mentransfer sikap dan perilaku yang baik.
Untuk bisa mengajarkan pengetahuan yang sejati guru dituntut untuk terus menerus belajar. Ilmu pengetahuan terus berkembang tidak pernah stagnan. Jadi Guru Pembelajar.