Lihat ke Halaman Asli

Dendam Kesumat

Diperbarui: 3 Juli 2020   14:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

archive_ivaa-online.org

Kulihat badannya masih menggigil, jaket kulitku tak sanggup menghangatkan tubuhnya. Wajahnya terlihat pucat. Aku memeluknya erat.

"Minumlah mbak, biar hangat", kataku sambil menyodorkan segelas teh manis hangat.

Tangannya serasa tak mampu meraih gelas yang aku sodorkan.  Aku membantunya mendekatkan ke bibirnya.  Pelan dia menyeruput teh.  Diulangi sekali lagi, kali ini lebih lama meneguknya.

"Makasi mas.  Badan mulai hangat", katanya.

"Habiskan mbak", pintaku.

Wajahnya mulai memerah cerah.  Aku merasa lega.  Matahari mulai meninggi sinarnya menghangatkan alam sekeliling.

"Kita berjemur yuuk mbak", ajakku.

Tanpa menunggu jawabnya aku memapah dia ke halaman rumah.  Pagi yang indah seindah wajah mbak Dita yang baru.

"Mbak Dita makin cantik", kataku sambil terus memandangi wajahnya.

"Mas bisa aja", katanya sambil tersipu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline