Aku bukan seorang peneliti , namun sepenuhnya mendampingi seorang peneliti di masa hidupnya. Kehidupan dan tanggung jawab moral kami terbentuk sejalan dan seirama.
Hanya sebagai seorang istri peneliti , sekedar berbagi pengalaman. Mendampingi suami (almarhum) yang menggeluti penelitian seputar arsitektur, bangunan , perumahan dan permukiman selama 32 tahun.
Ketika pak suami (almarhum Arief Sabaruddin) diterima di Departeman PU sebagai PNS tahun 1990 , ditempatkan di Balitbang Departemen PU . Bidang perumahan permukiman kantornya ada di Kota Bandung, jalan Turangga, yang lebih dikenal sebagai Puskim , terakhir bernaung di bawah Balitbang Kementerian PUPR (sebelum adanya BRIN). Selanjutnya tidak ada lagi peneliti dan Balitbang di dalam kementerian.
Berdasarkan berita di laman BRIN https://www.brin.go.id/news/97293/28-litbang-kementerian-lembaga-resmi-integrasi-ke-brin, siaran Pers BRIN , nomor 202 / SP/HM / BKPUK/XII/2021, tanggal 16 Desember 2021
Pasal 65 Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2021 tentang BRIN menjelasakan bahwa pengintegrasian unit kerja yang melaksanakan penelitian, pengembangan, dan penerapan Iptek di lingkungan Kementerian/Lembaga diikuti dengan pengalihan pegawai negeri sipil Kementerian/Lembaga ke lingkungan BRIN. BRIN telah mengajukan sebanyak 2476 usulan dari 34 Kementerian/Lembaga kepada Kepala Badan Kepegawaian Negara. Sebanyak 1089 Surat Keputusan (SK) pengalihan pegawai dari 28 Kementerian/Lembaga telah diserahkan oleh Kepala BKN kepada Kepala BRIN.
Tentang perjalanan karier suami sebagai peneliti. Semoga dapat memberi semangat dan inspirasi bagi mereka para peneliti. Menjadi peneliti di institusi negara, masuk dalam jabatan fungsional, seperti juga guru dan dosen.
Saat memilih jalur menjadi peneliti pak suami merintisnya dengan semangat. Dengan tujuan agar hasil kerja dan pemikiran, menghasilkan sesuatu yang bisa diterapkan, efisien, efektif, memberikan manfaat bagi sesama, bagi bangsa dan negara, bagi semesta. Seminim mungkin mudaratnya, sebesar mungkin manfaatnya.
Ketika mendampingi suami yang notabene sebagai abdi negara, ada satu kesadaran, tentang nilai pengabdian. Karena menjadi peneliti bagi negara, adalah jalur berkarya bagi kepentingan bangsa dan seantero negeri. Digaji oleh uang rakyat, motivasi kerjanya harus berbeda dengan bekerja di jalur komersil atau BUMN.
Berkarya dengan hati, menetapkan tujuan. Karena dunia riset adalah dunia yang rapat dan sebangun dengan sains, apalagi di lingkaran ilmu pasti dan eksakta, juga teknik. Seperti matematis 2 +2 ya harus 4. Tidak bisa direkayasa jadi 7. Riset itu harus jujur, maka mental peneliti akan digembleng oleh pola pikir jujur. Jika sedikit saja salah, sama seperti hitungan kadar obat kimia dalam dunia farmasi, bisa fatal akibatnya. Contoh sederhananya, salah hitung di mesin pesawat atau struktur bangunan, berakibat fatal. Maka, pola pikir peneliti sejati, dasarnya adalah faktual dan kejujuran. Ketekunan, ketelitian, konsentrasi, konsistensi, minat dan rasa ingin tahu yang kuat, dan banyak lagi faktornya.
Perkara kesejahteraan , yang pada tahun 1990 an , PNS memang dianggap terlalu pas pasan. Menjadi peneliti, kerap disebut kurang dalam kesejahteraan dan fasilitas . Maka suami mencari tambahan menjual jasa desain arsitektur (rumah, gedung, kantor, perumahan dll) . Pekerjaan yang digarap di malam hari sepulang kerja kantor. Kala itu PNS jam 2 siang sudah pulang.
Kerja sampingan lain, mengajar sebagai asisten dosen luar biasa di UNPAR juga dilakoni. Kebetulan dalam karier seorang peneliti, berbagi ilmu ke perguruan tinggi akan mendapat point. Tambahan mengajar di LPPU, menulis jurnal juga digarap.