Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Eko Purwanto

Mahasiswa Program S3 Ilmu Hukum

Analisis Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024: Implikasinya bagi Masa Depan Demokrasi di Indonesia?!

Diperbarui: 25 Agustus 2024   14:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar: Ilustrasi Purwalodra

Oleh. Muhammad Eko Purwanto

Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 oleh Mahkamah Konstitusi (MK) telah menjadi sorotan dalam dinamika politik Indonesia. Putusan tersebut memberikan perubahan krusial terhadap aturan ambang batas pencalonan kepala daerah, yang sebelumnya ditetapkan cukup tinggi. Dengan mengabulkan permohonan Partai Buruh dan Partai Gelora, MK berfokus pada penurunan threshold partai politik menjadi sejajar dengan jalur independen. Ini menandakan langkah signifikan menuju demokratisasi yang lebih inklusif dalam kontestasi politik lokal. Perubahan ini diharapkan meningkatkan partisipasi politik dan memberikan ruang lebih luas bagi berbagai entitas politik untuk berkontribusi dalam pemerintahan daerah.

Putusan ini mencerminkan pendekatan yang lebih adil dalam proses pencalonan kepala daerah dengan tujuan memperkuat hak partisipasi politik partai-partai kecil dan baru. Secara politis, putusan MK ini memberikan nafas segar bagi demokrasi dengan meminimalisir dominasi partai besar dalam pencalonan. Sebelumnya, aturan threshold yang tinggi mempersulit partai yang tidak memiliki kursi signifikan di DPRD untuk mengusulkan pasangan calon, meskipun memiliki dukungan suara yang cukup di pemilu. Dengan penurunan threshold, terdapat potensi pengayaan gagasan dan program yang lebih beragam dari berbagai partai dalam pemerintahan daerah.

Menarik untuk diperhatikan, MK dalam putusannya tetap memberikan rincian yang jelas tentang persyaratan suara sah yang harus dipenuhi partai politik atau gabungan partai politik berdasarkan jumlah penduduk di suatu provinsi atau kabupaten/kota. Ini menunjukkan penegakan prinsip proporsionalitas yang berupaya menjaga keseimbangan antara keterbukaan dan kualifikasi tertentu. Dengan demikian, meski permohonan dikabulkan, tetap ada penekanan pada pentingnya dukungan massa sebagai ukuran legitimasi politik.

Keputusan MK ini dapat dilihat sebagai upaya menegaskan otoritas lembaga hukum tertinggi di Indonesia dalam memastikan konstitusi ditegakkan dengan tepat oleh produk legislatif. MK sebagai penjaga konstitusi memegang peranan penting dalam memastikan setiap kebijakan politik tidak hanya mengikuti asas demokrasi, namun juga tidak bertentangan dengan prinsip dasar UUD 1945. Dalam konteks ini, keputusan tersebut menyelaraskan tujuan otonomi daerah dan partisipasi politik yang lebih merata di tingkat lokal dengan semangat konstitusi.

Gambar: Ilustrasi Purwalodra

Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa dampak dari keputusan ini akan memunculkan pertarungan politik yang lebih ketat di daerah, mengingat semakin banyaknya partai politik yang sekarang berkesempatan untuk ikut berkompetisi. Tantangan nyata selanjutnya adalah bagaimana penyesuaian infrastruktur politik yang dapat mendukung kondisi yang lebih kompetitif ini, serta memastikan kualitas kandidat dan bukan sekadar kuantitas yang meningkat. Edukasi politik dan pemberdayaan pemilih menjadi penting agar mereka dapat memilih dengan lebih bijak.

Dari sudut pandang hukum politik, keputusan ini berpotensi menjadi cikal bakal reformasi lebih lanjut di bidang politik hukum, terutama yang berkaitan dengan pilkada. MK memiliki peran sebagai stimulus pembentuk kebijakan, mendorong legislator untuk melihat kembali dan mengevaluasi kebijakan yang sudah berlaku, apakah masih relevan atau perlu diubah demi kemaslahatan publik. Bahwa keadilan dan kesetaraan di dalam demokrasi harus senantiasa diperjuangkan dan dijaga eksistensinya, tidak lain untuk memastikan semua pihak dapat berperan serta secara adil dan setara.

Pengurangan threshold ini juga berdampak pada perubahan strategi politik partai besar dan menengah dalam menghadapi pilkada. Dengan peluang yang semakin terbuka untuk partai-partai kecil, koalisi yang sebelumnya dianggap tidak mungkin bisa saja terbentuk. Kesepakatan politik yang lebih dinamis dan cair mungkin terjadi, menuntut fleksibilitas dan adaptasi dari setiap partai dalam menyusun strategi menghadapi pilkada mendatang. Kepemimpinan dalam partai politik harus mampu membaca dan menyesuaikan diri terhadap lanskap politik baru yang terbentuk pasca-putusan MK ini.

Proses hukum dan politik tidak bisa sepenuhnya dipisahkan, terutama dalam konteks demokrasi yang kompleks seperti Indonesia. MK melalui putusannya telah meletakkan dasar untuk sebuah dialog politik yang lebih terbuka dan menyeluruh antara pemangku kepentingan. Ini adalah kesempatan untuk memperkuat institusi politik lokal agar dapat berfungsi lebih independen dan responsif terhadap aspirasi masyarakat. Ini juga menjadi tantangan bagi birokrasi untuk meningkatkan kapasitas dan transparansi dalam pemilihan dan pengelolaan pemerintah daerah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline