Lihat ke Halaman Asli

Idealisme Ini, Telah Membunuhku!

Diperbarui: 24 Juni 2015   05:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1383302924318192982

[caption id="attachment_289280" align="alignleft" width="513" caption="BlankIdea"][/caption] Nostalgia yang menyesakkan...remember the time Dalam suatu kesempatan ngantor, saya kebetulan berkesempatan menjadi bagian sebagai owner dalam suatu rekrutmen untuk penempatan suatu proyek pekerjaan yang baru saja kita menangkan. dari kebutuhan 30 personel, saya kebagian interview 8 orang,3 posisi strategik, 3 pelaksana lapangan, 2 negosiator untuk keperluan gedor-gedoran, baik ke Pemda maupun para jagoan pemalak di lapangan. dari 8 orang itu, sebenarnya semua lancar seperti biasa layaknya rekrutmen. Namun saat interview untuk kebutuhan tukang gedor, sedikit banyak telah membuat trenyuh nurani ini. coba untuk urusan tukang gedor ini, yang satu ini, dia lulusan S2 dari Perguruan Tinggi ternama di Indonesia. IPK bagus diatas 3.5, pengalaman menakjubkan, bahkan lama stay di Luar Negeri sebagai pekerja profesional. bla bla bla..dst sampai pada ujung agenda itu, dan sebenarnya rekomendasi pun sudah saya buat untuk, hired orang ini. memo sudah ta tulis gitu. hanya rasa penasaran mengusik ku. kenapa orang sekaliber dia mau di posisi itu dan kan memiliki resiko tinggi, dan pekerjaan itu sedikit banyak "KOTOR". apa jawab dia? Begini  Pak,...boleh saya ngomong apa adanya? tapi off the record, just you and me..right? aku jawab, "oke Dealll!" dia lanjut, "based on my experiences, saya sudah bosan pake jalan lurus. saya pengen makmur, sejahtera, kayaaa Pak!" loo knp? bapak kan sudah liat CV ku, pengalamanku, story nya ada di situ,,, tapi apa yang saya dapat?  Nothing! saya gini-giini aja, stuck in the moment. I still have no money. I'm not reach cause, I'm Idealist. Idealisme saya telah membunuh saya berkarir. idealisme ku telah membunuhku dalam melangkah. momentum dan iklim politik disini (Indonesia...maksudnya) telah menular ke dalam setiap company tempat saya dulu bekerja sebelum melamar kesini. Political Game melanda internal corporate karena tuntutan para owner demikian adanya. Intrik-intrik sangat keras. conflict interest bermain. dan Justru dalam arena itulah peluang untuk makmur tercipta. sangat kotor dan jauh dari idealisme saya. saya menempuh jalan lurus. sesuai keilmuan yang saya pelajari. begitu pun policy yang saya ambil, ...Goalnya saya berpegang teguh pada Corporate Values. "YAA!" akan saya katakan ya kalau itu benar menurut moral dan nurani serta keilmuan, dan tidak kalau itu menurut nurani saya salah. tapi itu tidak membuat saya nyaman dan malah tersisih karena sistemnya disono memang dikondisikan tidak sesuai nurani saya. sistem cenderung corrupt, proyek banyak kita dapat, bahkan bisa dipastikan siapa yang menang pada saat sebelum lelang tender skalipun... ada yang melalui proses pendampingan, ada yang sistem rotasi, jatah, dan macem-macem bisa kita mainkan sesuai kebutuhan. Dan duit pun mengalir deras ke kantong para owner dan ...Idealisme saya terbunuh karena itu. Nurani dan moral saya mengatakan tidak, tapi sistem telah terbangun. saya single fighter disitu dan akhirnya saya tersisih.... finally saya memilih check out alias keluar like a man. itu modal kebanggaan saya...Idealisme! dan cases seperti itu, political company, conflict interest, system ten to corrupt, money loundry, ...bla bla bla..hampir semua dari setiap perusahaan yang dulu saya bekerja padanya. sampai akhirnya saya hampir menyerah..and ....Idealisme telah membunuhku! saya tidak bisa begini terus dan saya harus membuat pilihan untuk hidup! hmmm.... "Indonesiaaa.   Indonesiaaa"....saya berguman..




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline