Lihat ke Halaman Asli

Ruang Opini, Peta Politik 2014 (1)

Diperbarui: 24 Juni 2015   05:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13828772631178769556

[caption id="attachment_288070" align="alignleft" width="300" caption="Ruang Opinipolitik"][/caption] Pemilu 2014 tinggal menghitung bulan. Semua Parpol sibuk, melakukan konsolidasi  jauh-jauh hari  meski sebagian tidak mengakui secara terang benderang. Propaganda, manufer, intrik serta gesekan-gesekan di lapangan terjadi kian kesini kian memanas. Terang benderang, semakin vulgar. mulai dari sikut-sikutan,  sekarang sudah mulai antem-anteman. adu jotos. siapa kuat dia belum tentu menang begitu kira-kira dalam politik. semua ada harganya. Wanni Pirrooo....? mencoba sedikit kita flashback pada secuil partai heboh....mulai dari Nasdem yang awalnya melangkah smooth. demi memenuhi quota ngikut Pemilu Pentolan Nasdem, bermanufer menebar janji, Wanni Pirro..bla bla bala sampai sounding setiap Caleg Nasdem disupport Dana Min 1 Milyar. Berduyun-duyun rebutan masuk Nasdem, bahkan yang sudah menjadi anggota Partai lain, termasuk kader-kader Golkar pun mencoba peruntungan masuk Partai Baru ini. terlebih waktu itu suntikan menjanjikan dari Pemimpin MNC Group, membuat partai baru ini seolah-olah akan flying high. lalu Buuuummm.... sandungan terjadi. ribut di dalem, janji terbukti kosong, berduyun-duyun ditinggal pergi. Golkar, partai klasik warisan ORBA dibawah nahkoda ARB, sudah terkunci mati. sounding, manufer propaganda sang Maestro, ARB, pun diawal-awal tampak smooth dan menjanjikan dengan janji manis, ARB memiliki dana fresh money melimpah ruah, hasil penjualan dan kapitalisasi KPC, Bumi Resources, dan macem-macem konsolidasi internal Group Bakrie, yang belakangan mulai melangkah gontai, karena kelelahan dengan hantaman Lapindo, serta Pajak-pajak yang diindikasikan dikemplang dan bisa jadi sudah mulai disidik KPK. belum lagi spekulasi-spekulasi short selling Bumi Resources yang digadai ke China dan jatuh tempo antara Desember 2013 ini. Kapitalisasi panas dingin itu, sangat nyata terindikasi dilapangan, dengan dilegonya beberapa proyek-proyek Bakrie Group,dari mulai Jalan Tol, Bakrie Land, Property, sampai Unit Biz Finance and Tradingnya yang mengalami pendarahan pada CashFlownya. banyak pula subcontraktor yang mengeluh pekerjaanya tidak dibayar dengan berberbagai macam alesan, bahkan ada sampai dua tahun nunggak belom dibayar. Demokrat? dah dari jauuuh hari, limbung. gocekan KPK telah membuat SBY menghitung langkah. belum lagi suitan Nazarudin dari luar arena, telah membuat kubu ini menggigil. Bonus, belakangan ocehan Annas dengan PPInya demi menjaga momentum sebagai Politikus, sedikit banyak membuat Dinasti Cikeas mulai bangun tengah malam. efek PKS dengan SAPInya, Century, SAPI, Hambalang, Bunda SAPI, Bunda Putri, Gank Malarangeng, Annas, Nazaruddin, dan macem-macem yang laen telah menghentak dan semakin membuat Sang Penguasa ragu dan tidak pede. Lain lagi dengan PDI-P. meski terlihat smooth dan adem ayem, masalah klasik masih mendera partai ini. problem internal sebagai partai konservatif sebenarnya sangat menggangu gerak langkah serta manufer di lapangan. perlu hitung-hitungan yang lebih matang kalo tetep jagonya Megawati sebagai Capres. kita itu mayoritas Muslim dengan penganut NU militan. apa artinya? pandangan para pinisepuh, pilihan pada pemimpin wanita itu adalah pilihan terakhir dan itu di Amiiienin secara militan. jadi itu artinya Megawati sebenarnya adalah kartu mati bagi PDI-P. lingkar dalam seputar Mega sepeninggal Taufik Kiemas, tampaknya belum bisa memberikan sinyal-sinyal watchdog ini. kalau saia boleh beropini, sebenarnya kartu mati bagi perpolitikan Indonesia itu ada dua, Pemimpin Wanitat dan Muhammadiyah. sebersih apapun, sepintar apapun, sekuat apapun seorang Calon Pemimpin Nasional yang diarak dan diusung dari Muhammadiyah, sangat kecil kemungkinan untuk menang secara nasional. begitu pun, sepandai apapun, sebersih apapun, sekuat apapun dari partai kuat apapun kalau dia wanita, kecil kemungkinan untuk menang bila dicalonkan sebagai pemimpin secara nasional. itu kunci nya! kita mayoritas NU, kalau suara NU bulet, kunci itu akan nyata dan paten. makanya suara kalangan NU tidak pernah dibikin bulet, untuk menciptakan momentum ruang bermanufer dan meningkatkan tingkat probabilitas sang calon presiden, terlebih incumben. jadi....akan dimana kah posisi kita pada ruang politik ini?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline