BAND Of Brothers, rasanya ini memang karya Steven Spielberg, tapi itulah judul buku ini. Cerita dan setting-nya juga sama, tentang para prajurit Amerika yang biasa di sebut G.I. dan hampir selalu jaya di setiap front, tapi tidak dalam Perang Vietnam. Mereka belum menyandang M-16, masih dengan Tommy Gun atau M-1 Garrand. Keyakinan mereka satu: "hancurkan Hitler!". Itulah mengapa mereka menang perang, keyakinanlah kuncinya. Seperti juga dimiliki juga oleh Kompi Easy dalam buku Stephen Ambrose—calon dokter yang berbelok menjadi sejarahwan militer ini.
Ribuan pemuda dari berbagai latar belakang direkrut menjadi prajurit Amerika untuk menghabisi riwayat Adolf Hitler yang kala itu mengganas di Eropa. Bekas petani, buruh, guru, mahasiswa dan profesi lain direkrut. Tidak heran bila kampus-kampus di Amerika kala itu sepi, di kelas hanya sepersepuluh mahasiswa saja yang tersisa. Mereka memilih menjadi Citizen Soldiers—yang diterjemahkan sebagai 'tentara sukarela' seperti judul buku Ambrose yang terbit di Indonesia beberapa tahun lalu.
Barak militer menjadi ramai oleh para pemuda penuh keringat setelah dicekoki latihan berat seharian. Pemuda-pemuda itu lalu dimasukan ke berbagai kesatuan dalam Angkatan Bersenjata Amerika Serikat. Salah satu kesatuan itu adalah Kompi Easy, kompi bentukan Kapten Sobel yang isinya adalah pasukan dengan spesialisasi para. Kompi ini bagian dari divisi 101 para yang legendaris dimasa perang dunia II. Pasukan ini terlibat dalam operasi terjun payung terbesar selama Perang Dunia II.
Mereka terobsesi untuk menghancurkan NAZI Jerman pimpinan Adolf Hitler yang merusak kedamaian dunia. Hitler menjadi common enemy para prajurit muda itu. Spertihalnya pasukan Amerika lain di Eropa, kompi Easy adalah salah satu kendaraan untuk menghancurkan pasukan Hitler.
Band of Brothers bercerita banyak sosok dan kejadian yang akan membawa mereka masuk ke sarang NAZI lalu memnghancurnya. Tidak berbeda dengan karya Ambrose lainnya, Citizen Soldiers, dihadirkan lagi kisah perjuangan prajurit Amerika menembus pertahan Jerman, mulai dari Normandia sampai masuk jauh ke pertahanan Jerman yang makin mudur ke selatan. Bedanya, Citizen Soldiers menyajikan secara umum kisar para prajurit Amerika yang bertempur di Eropa secara umum. Band of Brothers lebih bercerita tentang kompi Easy. Band of Brother adalah sejarah kompi bernama Easy, dari Resimen 506, divisi lintas udara 101 Angkatan Darat Amerika Serikat. Pasukan tempur yang masih menjadi legenda pasukan para dunia.
Citizen Soldiers maupun Band of Brothers sangat berbeda dengan buku sejarah militer lain yang umumnya lebih banyak menulis kisah atau terlalu menonjolkan peran para Jenderal atau Jenderal, kedua karya Ambrose malah berkisah tentang para prajurit bawahan, namun disinilah kelebihan Ambrose. Bosan sekali jika kita dijejali kisah orang-orang besar, Ambrose beri kita alternatif bacaan sejarah yang egalitarian ini. Ambrose, dengan buku ini berusaha keluar dari apa yang biasa diambil sebagian besar sejarah dunia—yang terlalu membesar-besarkan kaum elit militer atau sipil dalam peristiwa sejarah berpengaruh dunia. Bagaimanapun, orang-orang kecil macam prajurit, kopral atau sersan juga punya jasa seperti halnya para jenderal.
Membaca buku ini tidak ada bedanya dengan menonton film-nya, Band of Brothers. Tidak ada beda antara kisah nyata Band of Brothers –nya Stephen Ambrose dengan Band of Brothers-nya Steven Spielberg yang dibantu Tom Hanks ini. Spielberg dan Hanks, memang terinspirasi dari buku yang pertama kali terbit di 1992 ini. Juni 2000, Spielberg dan Hanks menghabiskan waktu di New Orleans, menghadiri pembukaan National D-Day Museum. Sang Sejarahwan lalu diajak menjadi konsultan sejarah dalam film Band of Brothers itu. Kepada Ambrose, Spielberg dan Hanks selalu minta tanggapan atas naskah yang dibuat. Aktor film-pun, termasuk Spielberg dan Hanks juga, menemui pelaku sejarah—anggota kompi Easy—untuk memperoleh gambaran lebih jauh mengenai penjiwaan dalam film itu.
Ambrose maupun Spielberg, dengan apik tampilkan sisi humanis para prajurit—yang umumnya masih muda—dalam pertempuran. Tergambar, jarak antara ketakutan dan keberanian begitu tipis. Maut selalu mengintai mereka, lewat peluru-peluru Sniper Jerman. Tidak pandang bulu, yang paling hati-hati sekalipun, bisa saja tewas mendadak diterjang peluru. Tinggal kata kill or be kill yang tersisa disana. Kengerian PD II menanamkan Band of Brothers (ikatan Persaudaraan) diantara prajurit Amerika, mereka berpisah dari keluarga.
Band of Brothers, bukan lagi judul film Spielberg atau judul buku Ambrose yang bisa kita tonton atau baca, atau sekedar isapan jempol. Kata itu bagi veteran PD II dari Kompi Easy, memiliki arti yang dalam. Band of Brothers (ikatan persaudaraan) itu masih tertanam kuat seperti Beringin dikalangan veteran itu. Mereka memang bertebaran ke penjuru dunia, namun rasa dan sikap berbagi mereka tidak pernah hilang, sama seperti di front Eropa dulu. Mereka biasa saling berkunjung, berbicara lewat telepon dan berkirim surat untuk berbagi ceria dan masalah. Lebih hebat lagi, hal semacam itu tidak hanya antar veteran tapi juga antar istri, anak sampai cucu diantara veteran itu, seperti yang ditulis Ambrose di awal buku ini. (Patrik Matanasi, diedit oleh kawan saya Iswara NR.)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H