Saat ini pembangunan inkubator bisnis sedang giat diinisiasi di sejumlah daerah, sebagaimana diamanatkan Peraturan Presiden No 27 tahun 2013, dan diperkuat dalam Undang-Undang CIpta Tenaga kerja, tujuannya melahirkan wirausaha baru, menciptakan lapangan kerja dan penggerak perekonomian di daerah.
Namun menurut saya sebagai pengamatan, dosen Bisnis Manajemen Universitas Hasanuddin, Kepala divisi eksternal Inkubator bisnis Unhas, tidak semua daerah siap , beberapa aspek pemahaman masalah regulasi, pemahaman konsep dan tata kelola inkubator, tenaga SDM di lapangan dan tidak adanya anggaran pemda. Bagaimana dengan prioritas pemimpin daerah seperti Bupati? kadang tidak paham dan tidak menjadikannya sebagai prioritas.
Ada 5 (lima) hal ini dalam membangun inkubator bisnis di daerah yaitu
(1) Pemda harus memahami dulu legalitas dan filosofi dasar inkubator bisnis, selain dalam peraturan presiden diatas, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang rencana pembangunan nasional jangka panjang 2005-2025, serta Peraturan menteri koperasi dan ukm nomor 24 tahun 2015 tentang NSPK Inkubator wirausaha. Tujuannya tidak debat kusir tentang inkubator bisnis, bisa membedakan dengan PLUT, (Pusat Layanan Umum Terpadu). Pusat Kewirausaham atau BDS (Business Development Centre). Malah ada yang mempersepsikan hanya sebagai co-working space, tentu salah kaprah.
(2) Membuat SK (Surat Keputusan) kelembagaan, dan membuat SK pengelola. Kebanyakan pemda tidak paham apa fungsinya. SK kelembagaan menandakan secara formal inkubator bisnis dibentuk, oleh pemerintah daerah (bupati atau Walikota) SK Pengelola dalam tim yang dibentuk mengelola, standar dari AIBI (Asosiasi Inkubator Bisnis Indonesia) pengelola dari Non PNS dan memperoleg gaji bulanan. Minimal mereka ada 3- 4 orang sebagai tim manajemen. Manager, administrasi dan keuangan serta bagian legal. Terakhir adalah bagian eksternal yang fungsi menjalin kerjasama dan mencari investor serta pendanaan dari kementerian seperti PPBT, Startup Industri , berbagai pendanaan lain dari Swasta seperti Venture capital atau angle investor.
(3)Membuat rencana kerja yang jelas bagi inkubator bisnis inti selam 5 dan 10 tahun kedepan apa saja program yang akan disinergikan dengan SKPD lain. Mendata program CSR dari BUMN, dan berbagai sumber potensi pendanaan untuk membiayai program inkubator bisnis di daerah. Rencana kerja ini adalah berapa jumlah UKM yang dapat dibina dan menjadi unggulan, besarnya pendanaan sebagai dana hibah, mengundang investor datang berinvestasi di UKM di daerah, ini tentu disesuaikan dengan kebutuhan di daerah. Tentu UKM unggulan ini adalah yang punya bisnis inovatif, model bisnis yang relevan, syarat akan teknologi dan memberi dampak bagi pengembangan ekonomi didaerah.
(4)Menyiapkan fasilitas fisik. Dalam konsep inkubator bisnis dikenal 7 S. yaitu yaitu Space, Shared, Service, Support, Skill development, Seed capital, dan Sinergi. Memiliki gedung yang berfungsi sebagai coworking space, tempat pelatihan, dan pendampingan serta kantor bersama. Ini hendaknya mengacu pada NSPK (Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria) Kementerian Koperasi dan UKM RI tahun 2013.
(5)Melakukan sinergi mulitpihak, Ada solusinya bisa berkolaborasi dengan BUMN seperti CSR atau mengandeng rumah kreatif BUMN. Kehadiran Universitas yang ada di daerah dapat dijadikan alternatif. Pemda dapat memanfaatkan aset daerah yang tidak terkelola dan meminta bekerjasama BUMN untuk renovasi ulang kantor tersebut dengan fasilitas-fasilitas kantor. Harus disiapkan akses internet yang baik, dan mengundang business advisor, dosen, pengusaha yang sukses, profesional yang akan menjadi mentor di inkubator bisnis itu.
Secara konsep Inkubator bisnis ini memiliki peran sebagai lembaga pendamping dan perantara yang dapat membantu para pelaku wirausaha baru yang dalam fase perkembangan agar resiko kegagalan bisnisnya dapat diminimalisir, memperkuat manajemen usaha, memperoleh akses pasar, dan mendukung dalam hal inovasi produk yang lebih baik.
Inkubator bisnis memiliki nilai jual bagi pemda, oleh karena itu saya mengharapkan bahwa program satu inkubator di daerah dapat dimanfaatkan oleh bupati dalam menggerakkan ekonomi dan bisnis di daerahnya, khususnya yang menyasar pelaku UKM.
Dr Andi Nur Bau Massepe
Dosen FEB Universitas Hasanuddin
Senior Managing Partner ACMF Advisory Indonesia. Private Fundraising