Lihat ke Halaman Asli

Andi Nur Baumassepe

Adalah seorang dosen, konsultas bisnis Manajemen dan Peneliti

Matinya Sebuah Brand, Apa Saja Penyebabnya?

Diperbarui: 7 Januari 2020   13:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi barang dagangan yang dipajang. (sumber: Thinkstockphotos via kompas.com)

Pemerintah  baru saja telah menerbitkan  Perpres No 63 Tahun 2019 tentang penggunaan bahasa Indonesia, dalam pasal 35 tertera : Bahasa Indonesia wajib digunakan pada nama merek dagang yang berupa kata atau gabungan kata yang dimiliki oleh warga negara indonesia atau badan hukum Indonesia.

Perpres ini juga mengatur penamaan geografis, bagunan, termasuk penamanaan hotel, tempat usaha, merek dagang, lembaga usaha, dan fasilitas umum.

Bila aturan ini konsisten di terapkan maka para pengusaha wajib mengubah merek dagang yang berbahasa Inggris menjadi bahasa Indonesia, dan nama bahasa daerah pun demikian.

Pengecualian bagi merek dagang berbahasa asing yang merupakan lisensi dari luar negeri, dan bahasa daerah yang memiliki nilai-nilai sejarah, budaya dan adat istiadat.  

Dalam perspektif ilmu pemasaran peraturan tersebut menimbulkan pro dan kotra bagi pelaku bisnis. Tulisan ini akan mengulas pentingnya Brand bagi keberlanjutan sebuah usaha dalam jangka panjang dan kritikan terhadap kebijakan pemerintah terhadap implementasi dari perpres no 63 tahun 2019.

Coba bayangkan merek-merek besar ini yang terlanjur menggunakan bahasa Inggris atau bukan bahasa Indonesia. Seperti Taksi Blue Bird, bila di Indonesiakan akan berubah menjadi Taksi Burung biru.

Merek Penerbangan ada Citi-Link, akan di Indonesiakan menjadi Penerbangan kota hubung. Minuman kita kenal NU Green Tea, akan berubah jadi Nu Teh Hijau.

Tidak hanya merek dagang perusahaan besar, untuk perusahaan sekelas UKM (Usaha Kecil Menengah) pun akan terkena imbasnya, di Kota Makassar kita mengenal Chocolicius salah satu toko penjual kue dan cokelat, Bakso Mas Chingkrank, Blacklave, Bolu ta, Kacang Disco, Banana Banz dan masih banyak lainnya.  

Bila betul betul kebijakan ini diterapkan para pelaku UKM harus mengganti merek dagang mereka menjadi bahasa Indonesia, bukan lagi bahasa asing, atau bahasa daerah dengan mengikuti kaidah kata berbahasa Indonesia yang baik dan benar.

Makna sebuah Brand

Merek dalam kajian bidang ilmu marketing memiliki dua fungsi bagi produsen dan konsumen. Bagi Produsen, merek memiliki peran penting sebagai strategi perusahaan untuk mendefenisikan indentitas produk/jasanya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline