Lihat ke Halaman Asli

Seni Sampyong - Duel Jantan ala Indramayu

Diperbarui: 26 Juni 2015   04:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dinasti Yuan yang sedang merosot, banyak terjadi konflik di Tiongkok, Saat itu kaisar Zhu di Istana Beiping (Beijing) mencanangkan program pengembalian kejayaan Tiongkok yang merosot akibat kejatuhan dinasti Mongol (1368), Cheng Ho menawarkan diri untuk mengadakan muhibah ke berbagai penjuru negeri. Dalam kurun waktu 1405-143, Cheng Ho memang pernah singgah di kepulauan nusantara selama 7 kali. Ketika berkunjung ke samudera Pasai, dia menghadiahi lonceng raksasa Cakradonya kepada Sultan Aceh. Lonceng itu saat ini tersimpan di museum Banda Aceh. Tempat lain di Sumatera yang dikunjungi adalah Palembang dan Bangka. Selanjutnya mampir di pelabuhan Bintang Mas (kini Tanjung Priok), tahun 1415 mendarat di Junti Indramayu. Ketika menyusuri laut Jawa, Wang Jinghong (orang kedua dalam armada itu) sakit keras. Sauh segera dilempar di pantai Junti. Mereka tinggal membuat pondokan. Wang yang kini dikenal dengan sebutan Ki Dampo Awang atau Sam Po Toa Lang. Ki Dampu Awang terkenal sebagai orang yang sakti dan kuat, sehingga bisa mengalahkan bajak laut di Lautan Pantura Jawa. Menurut kekandaan, lambat laun ketenaran dan kesaktian Ki Dampu Awang terdengar oleh Ki Ageng Tugu seorang sakti mandraguna dari bumi Dermayu. Mendengar kesaktian Ki Dampu Awang, Ki Ageng Tugu ingin mencoba dan membuktikan kesaktian yang dimiliki oleh Dampu Awang. Singkat cerita, Ki Dampu Awang dan Ki Ageng Tugu akhirnya dipertemukan. Untuk membuktikan siapa jawara diantara keduanya, digunakanlah UJUNG PENJALIN (sebilah rotan ukuran 60-70 cm). Inilah cikal bakal tradisi sampyong di desa Tugu, Kecamatan Sliyeg, Indramayu. Dalam tatar kesampyongan dikenal dua aliran yang memiliki kekhasan masing-masing, dua aliran sampyong tersebut, ada Dremayu Wetanan & Dremayu Kulonan. Wilayah yang terkenal pada aliran dremayu kulonan, seperti Suket Bajul & Manggungan. Di wilayah aliran wetanan yang dikenal adalah gaya sampyong khas Tugu. Ada gaya jogedan yang dikenal oleh para praktisi jawara sampyong yakni "Tangane Malangkerik, sikile digoleng ngangkat, ujunge dipikul". Ujung (nama alat ning tradisi sampyong) sing dipikul dipun sebut UJUNG. Sikile digoleng ngangkat. GOLENG sebutan lamun GARET (wasit) penjaline di garetna ning tanah, tanda sampyong dimule. Malangkerik, metantang-metenteng niku wujud perlambang satria gertak lawane. (Tangan berkacak pinggang, kaki diangkat, rotannya dipikul. Ujung - alat untuk sampyong dipanggul dibahu, kaki diangkat, GOLENG adalah pertanda akan dimulainya sampyong, GARET adalah sebutan wasit sampyong, dengan cara digariskan ke tanah sebagai tanda mulai, berkacak-pinggang wujud ksatria menantang lawannya) Joged Sampyong Khas Dremayu Wetanan. Tugu - Sliyeg. Photo by Meneer Panqi Sampyong berasal dari bahasa china, SAM artinya tiga, dan PYONG adalah pukulan. Tradisi ini yang awalnya digunakan untuk menyeleksi para prajurit, terus berevolusi menemukan jatidirinya sesuai zaman yang terus berkembang. Sehingga akhirnya hanya jadi sekedar hiburan pelengkap pada tradisi Unjungan. Permainan sampyong menggunakan alat berupa sebilah rotan yang berukuran lebih kurang 60-70 cm (ujung). Alat tersebut digunakan untuk memukul lawan. Permainan ini harus dilakukan di tengah lapangan dan para penonton berdiri mengelilingi pemain yang sedang berlomba saling mengalahkan. Selain alat tersebut, permainan ini menggunakan musik gamelan (gong, kenong, dan kendang) dan beberapa wasit (garet). Setelah pemain yang akan berhadapan sudah siap, maka keduanya masuk arena dipandu oleh seorang wasit. Dengan diiringi musik gamelan keduanya saling memukul, namun bagian yang dipukul harus bagian lutut ke bawah, yang melanggar dinyatakan kalah. Permainan diakhiri jika salah seorang pemain (jawara) sudah dapat memukul lawannya tiga kali. Sampyong biasanya diselenggarakan berbarengan dengan Unjungan. Waktunya adalah sore hari. Meneer Panqi Kampong Toegoe

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline