Lihat ke Halaman Asli

denmas noer

penyambung lidah warga

Daerah Ini Pertama Kali Merasakan Hewan Kurban

Diperbarui: 17 Juni 2015   22:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14125154891153302085

[caption id="attachment_327491" align="alignnone" width="640" caption="warga Kampung Kebon Kelapa"][/caption]

SUKABUMI - Hari Raya Idul Adha 1435 H merupakan berkah tersendiri bagi warga Kampung Kebon Kelapa, Desa Tenjojaya, Kecamatan Cibadak Sukabumi, Jawa Barat.

Pasalnya, Idul Qurban tahun 2014 ini untuk pertama kalinya masyarakat disana merasakan nikmatnya hewan qurban.

“Sebelumnya belum pernah ada qurban karena wilayahnya sulit dijangkau. Mereka rata-rata adalah masyarakat miskin yang jauh dari peradaban,  jalan menuju kampungnya hanya jalan setapak atau jalan sawah,” ujar Direktur Utama Lazismu, M Khoirul Muttaqin, Minggu (5/10/2014).

Kondisi memprihatinkan itulah yang akhirnya menggugah PT Bintang Toedjoe selaku produsen Extra Joss dan Lembaga Amal Zakat Infak dan Shodaqoh Muhammadiyah (Lazismu) untuk bekerjasama melakukan pemotongan dan penyaluran qurban disana.

“Kerjasama tersebut adalah bagian dari Program Extra Joss Qurban 1 Milyar. Pemotongan qurban kita lakukan Minggu 5 Oktober 2014. Ada 1 ekor sapi limousine dan 10 kambing yang kita potong untuk kita salurkan pada 150 kepala keluarga,” sambung Khoirul.

Pemotongan qurban yang mengusung tema ‘Jiwa Laki Berani Berqurban’ itu disambut antusias warga Kampung Kebon Kelapa.

Mereka seperti desa yang tak tersentuh. Rata-rata menjadi petani tradisional dengan akses ekonomi susah. Jika ada hasil bumi sulit didistribusikan ke kota. Jadi mereka melangsungkan hidup dengan makan dari hasil sawah dan kebon saja. Nah, qurban ini seakan membuat sebuah keceriaan,” tutup Khoirul.

Sementara itu, Presiden Direktur Bintang Toedjoe, Simon Jonatan mengatakan, pemilihan Kampung Kebon Kelapa sebagai sasaran Extra Joss Qurban 1 Milyar karena pihaknya ingin mengangkat harkat kesetaraan terkait taraf kehidupan mereka yang semestinya punya hak sama dengan masyarakat di daerah lain.

“Mereka tidak bisa merasakan bagaimana nikmatnya bersentuhan dengan energi, dengan listrik. Mereka jauh dari informasi, mereka jauh dari segala akses,” paparnya.

Bahkan, lanjut Simon, mereka tidak punya kemampuan dan kecukupan untuk memperbaiki taraf ekonominya. “Itu alasan titik sentuh kami untuk bergerak ke wilayah tersebut,” pungkas Simon.  [mas]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline