BPJS kembali naik, setelah sebelumnya kenaikannya dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Reaksi keras langsung datang dari berbagai elemen masyarakat. Dari tingkat atas sampai bawah.
Reaksi mereka jelas, di tengah keterpurukan ekonomi di tengah pandemi, mereka harus menanggung beban iuran kesehatan yang makin bertambah.
Semua orang menyadari bahwa urusan kesehatan adalah urusan yang tidak bisa dihindari. Orang sakit tak memandang waktu, bisa kapan saja. Baik di kala luang maupun sempit.
Sehat itu mahal harganya. Sebab bila sudah sakit dan tidak segera pulih, maka akan ada biaya besar yang menghadang. Apalagi bila penyakitnya menjalar ke seluruh tubuh menjadi penyakit komplikasi,. Maka bukan hanya harta benda yang dipertaruhkan tapi hilang nyawa menjadi ancaman.
Untuk itulah seseorang ikut asuransi atau BPJS kesehatan, dengan tujuan bila suatu saat jatuh sakit ada pihak yang bertanggung jawab menanggung risiko seluruh biaya berobat yang dikeluarkan, termasuk biaya operasi.
Sebenarnya tak masuk akal, hanya dengan membayar puluhan atau ratusan ribu, sesuai kelas yang dipilih, seorang peserta BPJS mampu mendapatkan pelayanan kesehatan dengan biaya maksimal yang bisa mencapai puluhan bahkan ratusan juta.
Saya banyak menjumpai tetangga yang beberapa saat yang lalu saat orang tuanya dirawat di rumah sakit. Saat orang tuanya sembuh anaknya tersenyum bahagia, karena mereka tidak ditarik biaya sepeserpun dari rumah sakit karena menjadi peserta BPJS.
Kita menyadari bahwa layanan BPJS kesehatan masih kurang optimal, melihat dari komplain masyarakat yang masuk. Baik karena pelayanan pemeriksaan kesehatan maupun jenis obat yang diberikan.
Akan tetapi harus tetap diakui bahwa BPJS tetap menjadi pilihan bagi sebagian besar masyarakat Indonesia dilihat pesertanya yang setiap saat makin membludak.
Saat ini saja sebagaimana dikutip katadata, jumlah peserta BPJS adalah 224 juta orang.
Dan pada waktu berikutnya seluruh warga Indonesia yang jumlahnya 269 juta jiwa diharapkan akan menjadi peserta BPJS secara keseluruhan.