Para lelaki sering mengeluhkan kondisi istri di era kekinian. Di rumah nglemprot dan acak-acakan. Tapi kalau mau pergi, dandan saja dari subuh sampai matahari terbit belum kelar.
Apalagi yang punya bayi, jangan harap bisa tampil rapi. Kesibukannya merawat bayi seperti membuatnya tak punya waktu menghias diri.
Tapi sebenarnya ini masalah sepele, yang tak perlu dibesar-besarkan. Sebab seorang istri apalagi yang punya bayi harus mencurahkan semua waktunya untuk si bayi.
Mau rumah berantakan, mau belum masak, suami harus tanggap membantu kesulitan istri. Bukan hanya protes dan merajuk seperti bayi.
Dalam Islam istri ditempatkan dalam posisi mulia melayani suami. Dalil tentang ketaatan istri diberlakukan tanpa posisi tawar. Istri yang taat surga upahnya. Sedangkan istri yang membangkang neraka balasannya.
Kata siapa kegiatan perempuan hanya seputar sumur kasur dan dapur?
Saya juga bingung bagaimana harus menerjemahkan ungkapan ini. Sebab perempuan bisa tampil di manapun yang penting atas ridha suami.
Ketaatan istri terhadap suami adalah mutlak. Bukan karena apa, sebab suami bertanggung jawab penuh atas semua aktifitas istri di hadapan Allah. Melenceng sedikit dari ketentuan maka laknatlah yang akan menimpa.
Seandainya aku boleh menyuruh seorang sujud kepada seseorang, maka aku akan perintahkan seorang wanita sujud kepada suaminya. (al-hadits)
Seorang istri diperbolehkan tampil secara publik di panggung sosial. Menjadi pemimpin negara, pemimpin perusahaan, guru, pedagang, polisi, tentara, atau apapun bidang yang diminati.
Tapi tetap tak boleh lupa bahwa ia adalah istri dari seorang suami. Ibu dari anak-anak yang dilahirkannya. Sehingga sesibuk apapun ia di luar sana. Tetap tak boleh mengesampingkan keluarga. Apalagi menyepelekan suami.