Dunia perburuhan sudah pernah saya nikmati beberapa puluh tahun yang lalu. Dan saat ini saya memilih pekerjaan sebagai wiraswasta yang memiliki kemerdekaan penuh dalam mengatur keuangan secara mandiri.
Salah satu keprihatinan yang banyak disampaikan, adalah nasib para buruh yang akan kehilangan atau mengalami penurunan penghasilan bila omnibus law ditetapkan sebagai peraturan tetap berbentuk undang-undang. Yang mana draft ini sudah diserahkan kepada DPR RI sebagai bahan pembahasan.
Sesungguhnya sekaya apapun orang tetap membutuhkan buruh yang akan melayani mereka. Apalagi sebuah perusahaan tentu membutuhkan banyak buruh untuk menjalankannya.
Hanya saya memahami bagaimana nasib para buruh yang ada di lingkungan saya.
Berangkat pagi pulang petang, atau berangkat petang pulang pagi. Bahkan ada yang lembur pulang sampai tengah malam.
Di tengah penat yang melanda, para buruh pabrik tetap semangat bekerja. Bahkan rela dengan tambahan waktu demi meningkatnya sedikit penghasilan.
Perjuangan para buruh untuk para pengusaha memang luar biasa. Mereka bekerja siang malam untuk memutarkan modal dan menjalankan bisnis pengusaha dengan modal tenaga. Tenaga dipakai, mereka dibayar. Tenaga tidak dipakai mereka tidak dibayar.
Beberapa orang yang beruntung mungkin mendapatkan hak istimewa dalam sebuah perusahaan. Mereka mendapatkan fasilitas dan tunjangan yang memadahi karena faktor senioritas atau bidang keahlian khusus.
Tapi buruh biasa tetap mendapatkan gaji sebagimana haknya, ditambah berbagai macam tunjangan kesejahteraan termasuk satu kali gaji tambahan di bulan lebaran.
Penghitungan gaji perjam, memang sedang digodog oleh pemerintah tujuannya agar modal para pengusaha bisa dikelola secara efektif dan tepat guna. Ini artinya, para buruh akan kehilangan tunjangan dan penghasilan tambahan. Dan hal inilah yang terus diperjuangkan oleh wakil para buruh.
Buruh dan pengusaha memang sebuah dilema. Ada sepotong pengalaman kecil waktu saya masih punya 14 karyawan untuk dagangan saya.
Pusing memikirkan kesejahteraan mereka.